Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Kamis, 08 November 2012

ZAKAT PROFESI


ZAKAT PROFESI
Zakat profesi adalah zakat yang dikenakan pada orang yang mempunyai pekerjaan atau keahlian tertentu baik yang dilakukan sendirian maupun bekerja sama dengan orang lain, sehingga mendatangkan penghasilan (uang) dan ketika dihitung memenuhi nisab. Adapun contoh dari profesi tersebut antara lain: Profesi dokter, Advokat, Dosen dan lain-lain. Sebagaimana yang telah terkandung makna dalam AL-QUR’AN surat AT-TAUBAH ayat 103. untuk berkewajiban mengeluarkan  zakat harta profesi.
103. Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[671] dan mensucikan [672] mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
[671] Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda
[672] Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.
Artinya : Ambillah olehmu zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu menjadi ketentraman jiwa bagi mereka dan allah maha mendengar lagi maha mengetahui”(AT’TAUBAH:103)[1]
            Seperti diisyaratkan dalam ayat 103 dari surat at-taubah diatas, bahwa secara teologis kewajiban zakat diberlakukan untuk membersihkan harta dari berbagai syubhat dan sekaligus membersihkan jiwa pemeiliknya dari berbagai kotoran rohani. Dan secara sosial menunjukkan rasa solidaritas dan kesetiakawanan orang –orang  kaya kepada orang-orang miskin sehingga terjalin persaudaraan yang kokoh di masyarakat dan saling menolong dan saling menyayangi. 
Yusuf Qardhawy, Abu Zahrah maupun Maududi-bahwa cakupan zakat harus diperluas pada bentuk kekayaan yang tidak dikenal pada masa permulaan islam, seperti penanaman saham, kendaraan yang disewakan dan barang-barang modal lainya, yang nilainya sudah sepadan dengan ukuran nisab yang secara jelas ditunjuk oleh syara’atau bahkan melebihinya sudah seharusnya dikeluarkan zakatnya juga.[2] Terkait dengan penanaman saham atau modal tersebut diharapkan dapat dapat mengembangkan modal yang  ditanam itu. Menurt keyakinan sebagaian orang penenaman modal itu dapat mendatangkan keuntungan , walaupun sebagaian kecil ada yang mengalami kerugian seperti toko terbakar.akan tetapi sebenarnya masih banyak lagi cara yang ditempuh untuk menanam modal dalam berbagai usaha. Lantas timbul pertanyaan, apakah modal yang ditanam itu termasuk kekayaan yang wajib dizakati atau tidak? Mengenai masalah ini terdapat perbedaan pendapat yang masing-masing pihak mengeluarkan argumentasi yang pantas dikaji (alasan) yang pantas dikaji, sebagai bahan pemikiran dan penentu arah untuk landasan berpijak dalam menentukan hukum.
1.      Golongan orang yang mengatakan bahwa penanam modal tidak dikenakan zakat, dengan alasan
1. Pada masa rasulullah tidak pernah ada pungutan zakat atas rumah dan sebagainya, kecuali yang disebutkan dalam hadist beliau, yang kemudian dijabarkan oleh para fuqaha dalam kitab Fiqih. Ringkasan semua harta kekayaan  dikenakan zakat apabila ada diamalkan pada masa rasulullah.
2. Pendapat diatas ndidukung oleh kenyataan, bahwa sekiranya benar ada kewajiban mengeluarkan zakat atas harta kekayaan itu, tentu sampai pada masa kita pada zaman ini secara berantai tetapi kenyataannya tidak demikian.
Pendapat tersebut diatas terutama dibela oleh Mazhab Zahiri (Ibnu Hazm) yang tidak mau menerima Qiyas, mereka hanya melihat pada lahiriah nash,  melihat apa adanya dan tidak mau meliha yang tersirat. Dengan demikian semua harta kekayaan seperti industri, perusahaan angkutan,dan lain-lain tidak dikenakan zakat, karena materinya tidak diperdagangkan, walaupun modal itu berkembang dari hasil sewanya atau hasil produksinya.
Kemudian golongan lain yang mewajibkan zakat atas penanam modal mengemukakan dengan alasan-alasan:
1. Bahwa dalam harta yang dimiliki sesorang ada hak oarng lain, apakah  pengeluaranya berbentuk zakat atau infaq. Sebagai mana firman Allah:
þÎûur öNÎgÏ9ºuqøBr& A,ym È@ͬ!$¡¡=Ïj9 ÏQrãóspRùQ$#ur ÇÊÒÈ                                                                               
Artinya: Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian {orang miskin yang tidak mau meminta} (QS adz-Dzaariyat;19).
Allah berfirman:
šúïÉ©9$#ur þÎû öNÏlÎ;ºuqøBr& A,ym ×Pqè=÷è¨B ÇËÍÈ   È@ͬ!$¡¡=Ïj9 ÏQrãósyJø9$#ur ÇËÎÈ  
Dan orang-orang yang dalam harta mereka tersedia bagian terentu, bagi orang miskin yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta) (QS al-Ma’arij:24-25). 
            2. Adalah logis, apabila kepada harta kekayaan penanam modal dikenakan zakat, karna harta itu bertumbuh dan berkembang, seperti rumah yang disewakan,perusahaan angkutan dan lain-lain. Lain halnya rumah untuk tempat tinggal.
            Demikian pendapat sebagian bsara ulama, kecuali sebagian kecil ulama mazhab Zahiri,  Muktajilah dan syiah yang berpendapat bahwa harta kekayaan serupa itu tdak dikenakan zakat. Bila pendapat golongan pertama sempat berkembang luas dalam masyarakat, penulis merasa agak kwatir, bahwa ada usha dari kaum muslimin untuk menanamkan dananya kepada usaha-usaha atau kegiatan-kegiatan yang tidak pernah dilakukan pada masa Rasulullah, sehingga tidak dikenakan zakat. Kekawatiran itu muncul, apabila iman ummat Islam melemah.
            Paham mazhab Zahiri dijadikan sebagai temeng agar terhindar dari kewajiban membayar zakat dan walaupun dalam masalah laian orang tersebut tidak menganut mazhab Zahiri itu.
            Dalam hal ini penulis melihatnya dan menitik beratkan pada kaidah سد الذ ريعة    tindakan preventif, mencegah sebelum terjadi dan bukan melihatnya dari segi ketidakbenaran hukumnya yang diambil dan ditetapkan oleh mazhab Zahiri (Ibnu Hazm) dan ulama lainya yang sejalan dengan mazhab itu. 
            Perlu diingat bahwa suatu ketetapan hukum perlu dihormati, sebagaimana halnya orang yang menentukan pilihan terhadap suatu ketentuan hukum atau mazhab, juga perlu dihormati tidak dicela dan disudutkan. Namun sikap mental dan keikhlasan sangat menentukan, agar orang tidak mencari helah dan ulah sehingga terbebas dari kewajiban-kewajiban agama seperti zakat yang sedang dibahas ini.[3]
            Menurut Yusuf Qardhawi penghitungan zakat profesi dibedakan menjadi dua cara secara langsung zakat dihitung dari 2,5 % dari penghasilan kotor baik dibayarkan bulanan maupun tahunan. Metode ini lebih tepat dan adil bagi mereka yang diluaskan  rizkinya oleh Allah.
Contoh :
1.      Pak Hasyim memperoleh gaji Rp. 500.000 perbulan atau pertahunnya Rp. 6.000.000          
                  Kebutuhan pokok Rp. 275.000 perbulan atau pertahunnya Rp. 3.300.000
                  Nilai kekayaan      Rp. 6.000.000 – 3.300.000 = Rp. 2.700.000
 Apabila telah melebihi nishab, maka besarnya zakat yang harus dibayarkan
Rp. 2.700.000 x 2,5 % = Rp. 67.500
2.      Pak Kadir memiliki perusahaan yang kekayaannya pada akhir tahun sebagai berikut :
     Sisa dagangan        Rp. 6.250.000
     Keduntungan bersih Rp.   500.000
     Jumlah                    Rp. 6.750.000
            Apabila melibihi nishab, maka besarnya zakat yang harus dibayarkan
Rp. 6.750.000 x 2,5 % = Rp. 168.750
KESIMPULAN
Melihat beberapa perbedaan pendapat diatas saya pribadi lebih menitik beratkan bawasannya zakat harta profesi wajib untuk mengeluarkan zakat bila sudah memenuhi nishab yang dalam hal ini saya qiyaskan dengan zakat barang dagangan yakni 2,5 %.


















DAFTAR PUSTAKA
-          Al-Quran Dan Terjemahannya, Departemen Agama RI
-           Abu Zahrah, Zakat Dalam Perspektif Sosial, (Terjemah), Pustaka Firdaus, Jakarta, 1995
-          Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, (Terjemah), intermasa, Jakarta, 1993
-          Drs. Musthafa Kamal, B,Ed. Drs. MS. Chalil, MA Drs. Wahardjani, M. Ag. Fikih Islam. Penerbit PT Persatuan Jogjakarta






[1] AL-QUR’AN dan terjemah, AL-JUMANATUL ‘ALI, cv.bandung.2004
[2] Musthaf kamal,’fiqih islam ,citra karsa mandiri,jogjakarta.hal;169.
[3] M. Ali Hasan Masail fiqiyah, zakat pajak asuransi dan lembaga keuangan hal 25

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

http://www.search-document.com/ppt/1/pelajaran-hadits-mts.html http://www.odrivers.com/2011/12/toshiba-nb505-n508bn-windows-7-32-bit.html

Blog Archive