Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Kamis, 08 November 2012

PENDIDIKAN PADA MASA AWAL MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA


PENDIDIKAN PADA MASA AWAL MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA

Pada tahap awal pendidikan islam itu berlangsung secara informal. Para Muballigh banyak membeerikan contoh teladan dalam sikap hidup mereka sehari-hari. Para Muballigh itu menunjukan akhlaqul karimah,sehingga masyarakat yang didatangi menjadi tertarik untuk memeluk agama islam dan mencontoh perilaku mereka.
Didalam sejarah islam sejak zaman Nabi Muhammad SAW,telah difungsikan rumah ibadah tersebut sebagai tempat pendidikan .Rasul SAW menjadikan Masjid Nabawi untuk berlangsungnya proses pendidikan di dalamnya.perbuatan Beliau ini ditiru oleh khalifah-khalifah sesudah beliau,baik hanya Khulafaur Rasyidin maupun khalifah-khalifah Bani Umayah.Abasyiyah,Fatimiyah,Usmaniyah dan lain sebagainya.Dengan demikian Masjid berfungsi sebagai tempat pendidikan adalah merupakan suatu keharusan dikalangan masyarakat muslim.
Tentu saja setelah terbentuknya masyarakat muslim pada daerah tertentu di Indonesia,dapat dipastikan bahwa mereka membangun masjid,dan dengan adanya masjid tersebut dapat pula dipastikan bahwa mereka menggunakannya untuk melaksanakan proses pendidikan islam didalamnya,dan sejak saat itu pula lah mulai berlangsungnya pendidikan non formal.
Selain dari proses diatas yakni dimulai dari terbentuknya pribadi-pribadi muslim kemudian dari kumpulan pribadi-pribadi trsebut membentuk masyarakat muslim dan dari situ munculnya kerajaan islam, tetapi juga bisa terjadi para Muballigh terlebih dahulu mengislamkan penguasa setempat, dan dengan demikian masyarkat atau rakyatnya memeluk Agama Islam seperti yang terjadi pada beberapa kerjaaan,yaitu Kerajaan Malaka,dan beberapa kerajaan lainnya. Dengan demikian,terbentuk pula lah secara otomatis masyarakat muslim[1] .
Ada beberapa lembaga pendidikan Islam awal yang muncul di Indonesia yaitu:
1. Masjid dan Langgar
Masjid fungsi utamanya adalah untuk tempat shalat yang lima waktu ditambah dengan sekali seminggu dilaksanakan shalat jum’at dan dua kali setahun dilaksanakan shalat Hari Raya Idul fitri dan Idul Adha. Selain dari masjid ada juga tempat ibadah yang disebut langgar, bentuknya lebih kecil dari masjid dan digunakan hanya untuk tempat shalat lima waktu, bukan untuk tempat shalat jum’at.
Selain dari fungsi utama masjid dan langgar difungsikan juga untuk tempat pendidikan. Ditempat ini dilakukan pendidikan buat orang dewasa maupun anak-anak. Pengajian yang dilakukan untuk orang dewasa adalah pengajian penyampaian-penyampaian ajaran islam oleh Muballigh ( Ustadz,Guru,Kyai )
Kepada para jamaaah dalam bidang yang berkenaan dengan aqidah,ibadah dan akhlak.
Sedangkan pengajian untuk anak-anak berpusat kepada pengajian Al-Qur’an menitik beratkan kepada kemampuan membacanya dengan baik sesuai dengan kaedah-kaedah bacaan dan juga diberi pendidikan keimanan ibadah dan akhlak[2] .
Al-Abdi dalam bukunya “Almadlehal” menyatakan bahwa masjid merupakan tempat terbaik untuk melakukan kegiatan pendidikan. Dengan menjadikan lembaga pendidikan dalam masjid akan terlihat hidupnya sunah-sunah islam, menghilangkan bid’ah-bid’ah, mengembangkan hokum-hukum tuhan, serta menghilangnya stratifikasi rasa dan status ekonomi dalam pendidikan. Maka dengan demikian masjid sudah merupakan lembaga kedua setelah keluarga, yang jenjang pendidikannya terdiri dari sekolah menengah dan sekolah tinggi dalam waktu yang sama.
Memang masjid atau langgar merupakan institusi pendidikan yang pertama dibentuk dalam lingkungan masyarakat muslim. Pada dasarnya masjid atau langgar mempunyai fungsi yang tidak terlepas dari kehidupan keluarga. Sebagai lembaga pendidikan,berfungsi sebagai penyempurna pendidikan dalam keluarga,agar selanjutnya anak mampu melaksanakan tugas-tugas hidup dalam masyarakat dan lingkungannya. Pada mulanya pendidikan di langgar atau masjid, dalam arti sederhana dapat dikatakan sebagai lembaga pendidikan formal, dan sekaligus lembaga pendidikan sosial[3] .
2. Pesantren
Ditinjau dari segi sejarah, belum ditemukan data sejarah, kapan pertama sekali berdirinya pesantren, ada pendapat mengatakan bahwa pesantren telah tumbuh sejak awal masuknya islam ke Indonesia, sementara yang lain berpendapat bahwa pesantren baru muncul pada masa Wali Sanga dan Maulana Malik Ibrahim dipandang sebagai orang yang pertama mendirikan pesantren[4] .
Pesantren sendiri menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar santri. Sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana yang terbuat dari bamboo. Disamping itu kata pondok mungkin juga berasal dari bahasa arab yaitu funduq yang berarti hotel atau asrama.
Pembangunan suatu pesantren didorong oleh kebutuhan masyarakat akan adanya lembaga pendidikan lanjutan. Namun demikian faktor guru yang memenuhi persyaratan keilmuan yang diperlukan akan sangat menentukan bagi tumbuhnya suatu pesantren. Pada umumnya berdirinya suatu pesantren diawali dari pengakuan masyarakat akan keunggulan dan ketinggian ilmu seorang guru atau kyai. Karena keinginan menuntut dan memproleh ilmu dari guru tersebut, maka masyarakat sekitar, bahkan dari luar daerah dating kepadanya untuk belajar.
Kelangsungan hidup suatu pesantren amat tergantung kepada daya tarik tokoh sentral ( guru/kyai ) yang memimpin,meneruskan atau mewarisinya. Jika pewaris menguasai sepenuhnya baik pengetahuan keagamaan, wibawa, keterampilan mengajar dan kekayaan lainnya yang diperlukan, maka umur pesantren tersebut akan lama bertahan. Sebaliknya pesantren akan menjadi mundur dan hilang, jika pewaris atau keturunan kyai yang mewarisinya tidak memenuhi persyaratan. Jadi seorang figur pesantren memang sangat menentukan dan benar-benar diperlukan[5] .
Apabila ditelusuri sejarah pendidikan di jawa, sebelum datangnya agama islam telah ada lembaga pendidikan jawa kuno yang praktik kependidikannya sama dengan dengan pesantren. Lembaga pendidikan jawa kuno itu bernama “Pawiyatan”, dilembaga tersebut tinggal Ki Ajar dengan Cantrik. Ki Ajar adalah orang yang mengajar dan Cantrik adalah orang yang diajar. Kedua kelompok ini tinggal disatu komplek dan disinilah terjadi proses belajar mengajar.
Dengan menganalogikan pendidikan pawiyatan ini dengan pesantren, sebetulnya tidak terlalu sulit untuk menetapkan bahwa pesantren itu telah tumbuh sejak awal perkembangan islam di Indonesia khususnya di jawa. Sebab model pendidika pesantren itu telah ada sebelum islam masuk yaitu pawiyatan. Dengan masuknya islam, maka sekaligus diperlukan sarana pendidikan, tentu saja model pawiyatan ini dijadikan acuan dengan mengubah sistem yang ada ke sistem pendidikan islam.
Inti dari pesantren itu adalah pendidikan ilmu agama, dan sikap beragama. Karenanya mata pelajaran yang diajarkan semata-mata pelajaran agama. Pada tingkat dasar anak didik baru diperkenalkan tentang dasar agama dan Al-Qur’anul Kariim. Setelah berlangsung beberapa lama pada saat anak didik telah memiliki kecerdasan tertentu maka mulailah diajarkan kitab-kitab klasik. Kitab-kitab klasik ini juga di klasifikasikan kepada tingkat dasar,menengah dan tinggi. Mahmud Yunus membagi pesantren menjadi empat tingkatan, yaitu :
a. Tingkat dasar.
b. Menengah
c. Tinggi.
d. Takhassus.
Setelah datang kaum penjajah barat (Belanda), peranan pesantren sebagai lembaga pendidikan islam semakin kokoh. Pesantren merupakan lembaga pendidikan islam yang reaksional terhadap penjajah. Karena itu, di zaman Belanda sangat kontras sekali pendidikan di pesantren dengan pendidikan sekolah-sekolah umum. Pesantren semata-mata mengajarkan ilmu-ilmu agama. Sistim pendidikan pesantren baik metode, sarana fasilitas serta yang lainnya masih bersifat tradisional. Administrasi pendidikannya belum seperti sekolah umum yang dikelola oleh pemerintah colonial Belanda, non klasikal, meodenya sorogan, wetonan hapalan. Menurut Zamaksyari Dhofier agama lewat kitab-kitab klasik, sedangkan sekolah umum Belanda sama sekali tidak mengajarkan pendidikan ada lima unsure pokok pesantren :
Kyai.
Santri.
Masjid.
Pondok.
Pengajaran kitab-kitab klasik.
Dalam perkembangan berikutnya pensantren mengalami dinamika, kemampuan dan kesediaan pesantren untuk mengadopsi nilai-nilai baru akibat modernisasi, menjadikan pesantren berkembang dari yang tradisional ke modern. Karena itu hinga saat sekarang pesantren tersebut di bagi menjadi dua secara garis besar: - Pesantren Salafi, adalah pesantren yang masih terkait dengan system dan pola yang lama, - Pesantren Khalafi, adalah pesantren yang telah menerima unsure-unsur pembaharuan[6] .
3. Meunasah, rangkang dan dayah.
Secara etimologi meunasah berasal dari perkataan madrasah, tempat belajar atau sekolah. Bagi masyarkat Aceh meunasah tidak hanya semata-mata tempat belajar, bagi mereka meunasah memiliki multifungsi. Meunasah di samping tempat belajar, juga berfungsi tempa ibadah, tempat pertemuan, musyawarah, pusat informasi, tempat tidur, dann tempat menginap bagi musyafir, tempat perayaan kenduri masal dalam kampung, seperti maulid nabi SAW, nuzulul Qur’an, dan Isra’ mi’raj dan juga sebagai tempat pejabat-pejabat gampong memutuskan dan memecahkan masalah-masalah social kemasyarakatan.
Di tinjau dari segi pendidikan, meunasah adalah lembaga pendidikan awal bagi anak-anak yang dapat disamakan dengan tingkatan sekolah dasar. Di meunasah para murid di ajar menulis, membaca huruf Arab, ilmu agama, dan akhlaq.
Meunasah dipimpin oleh seorang tengku, yang di Aceh besar disebut tengku meunasah. Tengku meunasah bertugas untuk membina agama di suatu tempet-tempat tertentu. Adapun rangkang adalah tempat tinggal murid, yang dibangun di sekitar masjid. Menurut Qanun Meukuta Alam, dalam tiap-tiap kampung harus ada satu meunasah. Masjid berfungsi sebagai tempat berbagai kegiatan umat, termasuk didalamnya kegiatan pendidikan. Karena murid perlu mondok dan tinggal, maka perlu di bangun tempat tinggal mereka disekitar masjid, tempat tinggal murid disekitar ini inilah yang disebut dengan rangkang. Pendidikan di rangkang ini terpusat kepada pendidikan agama, disini telah diajarkan kitab-kitab yang berbahasa arab, tingkat pendidikan ini jika dibandingkan dengan sekolah saat sekarang adalah SLTP. System pendidikan di rangkang ini sama dengan pendidikan di pesantren. Di rangkang juga ada yang namanya tengku rangkang, yang bertugas untuk menjadi guru bantu yang membimbing sisiwa yang tinggal di rangkang.
Lembaga pendidikan berikutnya yang popular di Aceh adalah Dayah . dayah berasal dari bahasa arab Zawiyah. Kata Zawiyah pada mulanya merujuk kepda sudut dari satu bangunan,dan sering dikaitkan dengan masjid. Disudut masjid itu terdapat proses pendidikan antara si pendidik dengan si terdidik. Selanjutnya Zawiyah dikaitkan tarekat-tarekat sufi,dimana seorang syeikh atau mursyid melakukan kegitan pendidikan kaum sufi.
Dengan demikian, kata dayah yang berasal dari kata Zawiyah disamping memiliki hubungan kebahasaan yakni berubahnya kata Zawiyah menjadi dayah menurut dialek Aceh, juga mempunyai hubungan fungsional, yakni sama-sama merujuk kepada tempat pendidikan.
Hasjmy menjelaskan tentang dayah adalah sebuah lembaga pendidikan yang mengajarkan mata pelajaran agama yang bersumber dari bahasa arab, misalnya fiqih,bahasa arab,tauhid tasawuf dan lan sebagainya.tingkat pendidikan ini setara dengan SLTA[7] .
Pada Abad ke-18, surau dan dayah sudah mapan eksistensinya. Melalui lembaga-lembaga tersebut islam telah mengakar kuat di Nusantara. Akan tetapi, keberadaan lembaga-lembaga ini mulai terancam bahaya kolonialisme yang menawarkan westerenisasi, modernisasi, sekaligus kolonialisme sehingga ditantang kemampuannya untuk dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman. Besarnya tantangan itu telah mampu menghapuskan beberapa lembaga pendidikan tradisional dari pentas sejarah[8] .
4. Surau
Dalam kamus bahasa Indonesia,surau diartikan tempat umat Islam melakukan ibadah. Pengertian ini apabila dirinci mempunyai arti bahwa surau berarti suatu tempat bangunan kecil untuk tempat shalat,tempat belajar mengaji anak-anak,tempat wirid bagi orang dewasa.
Christine Dobbin memberikan pengertian bahwa surau adalah rumah yang didiami para pemuda setelah akil balligh,terpisah dari rumah keluarganya yang menjadi tempat tinggal wanita dan anak-anak.
Perkataan surau menyebar luas di Indonesia dan Malaysia, yang dalam kehidupan keseharian adalah suatu bangunan kecil yang penggunaaan utamanya untuk shalat berjamaah bagi masyarakat sekitar.
Di Sumatera barat pengertian surau tidak hanya berfungsi kepda beberapa fungsi yang disebutkan diatas,tetapi lebih luas dari itu lagi. Surau bagi masyarakat minangkabau tidak hanya mempunyai fungsi pendidikan dan ibadah, tetapi lainnya juga mempunyai fungsi budaya.
Surau berfungsi sebagai lembaga sosial buadaya,adalah fungsinya sebagai tempat pertemuan para pemuda dalam upaya mensosialisasikan diri mereka. Selain dari itu surau juga berfungsi sebagai tempat persinggahan dan peristirahatan para musafir yang sedang menempuh perjalanan. Dengan demikian surau mempunyai multifungsi[9] .
Didalam referensi lain dijelaskan pula oleh Azyumardi Azra’ bahwa surau juga menjadi tempat persinggahan bagi musafir dan sebagainya yang sedang melalui suatu desa.
Dengan masuknya islam, surau juga mengalami proses islamisasi. Fungsinya sebagai tempat penginapan anak-anak bujang tidak berubah, tetapi fungsinya diperluas seperti fungsi masjid, yaitu sebagai tempat belajar membaca Al-Qur’an dan dasar-dasar agama dan tempat ibadah[10] .









Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia

22
JUL
A. Periode Masuknya Islam ke Indonesia

Pendidikan Islam di Indonesia sudah berlangsung sejak masuknya Islam di Indonesia. Agama islam datang ke Indonesia dibawa oleh pedagang-pedagang dari Gujarat, disiarkan secara damai tanpa paksaan, kekerasan atau perang. Dalam penyiaran islam pada tahun-tahun permulaan dilakukan oleh pemuka masyarakat yang dikenal dengan sebutan para wali.Parawali inilah yang berjasa mengembangkan agama islam, terutama di pulau Jawa yang dikenal dengan sebutan wali songo.

Kegiatan pendidikan Islam tersebut merupakan pengalaman dan pengetahuan yang penting bagi kelangsungan perkembangan Islam dan umat Islam, baik secara kuantitas maupun kualitas. Pendidikan Islam itu bahkan menjadi tolak ukur, bagaimana Islam dan umatnya telah memainkan perananya dalam berbagai aspek sosial, politik, budaya.

Pada tahap awal pendidikan islam dimulai dari kontak-kontak mubaligh (pendidik) dengan peserta didiknya. Setelah komunitas muslim terbentuk di suatu daerah tersebut tentu mereka membangun tempat peribadatan dalam hal ini disebut masjid. Masjid merupakan lembaga pendidikan Islam yang pertama muncul disamping tempat kediaman ulama dan mubaligh. Setelah itu muncullah lembaga-lembaga pendidikan lainnya seperti pesantren, dayah, ataupun surau. Nama-nama tersebut walaupun berbeda tetapi hakikatnya sama yakni sebagai tempat menuntut ilmu pengetahuan keagamaan. Perbedaan nama itu adalah dipengaruhi oleh perbedaan tempat.

Inti dari pendidikan pada masa awal tersebut adalah ilmu-ilmu keagamaan yang dikonsentrasikan dengan membaca kitab-kitab klasik. Kitab-kitab klasik menjadi  ukuran bagi tinggi rendahnya ilmu keagamaan seseorang.[1]

Sejarah Pendidikan Islam dimulai sejak agama Islam masuk ke Indonesia yang oleh sebagian ahli sejarah mengatakan bahwa awal mula masuknya di pulau Suamtera bagian utara di daerah Aceh. Artinya, sejarah pendidikan Islam sama tuanya dengan masuknya agama Islam keIndonesia. Hal ini disebabkan karena pemeluk agama baru tersebut sudah tentu ingin mempelajari dan mengetahui lebih dalam tentang ajaran-ajaran Islam. Ingin pandai sholat, berdoa dan membaca al-Quran yang menyebabkan timbulnya proses belajar, meskipun dalam pengertian yang amat sederhana.

Dari sinilah mulai timbul pendidikan Islam, dimana pada mulanya mereka belajar di rumah-rumah, langgar/surau, masjid kemudian berkembang menjadi pondok pesantren. Setelah itu baru timbul sistem madrasah yang teratur sebagaimana yang kita kenal sekarang ini.

Kendatipun pendidikan Islam dimulai sejak pertama Islam itu sendiri menancapkan dirinya di kepulauan nusantara, namun secara pasti tidak dapat diketahui bagaimana cara pendidikan pada masa permulaan Islam di Indonesia, seperti tentang buku yang dipakai, pengelolanya dan sistemnya. Yang dapat dipastikan hanyalah pendidikan Islam pada waktu itu telah ada, tetapi dalam bentuk yang sangat sederhana.

B.     Periode Pengembangan Melalui Proses Adaptasi

Pada tahap awal pendidikan islam, pendidikan berlangsung secara informal. Disinilah para Muballigh banyak berperan, yaitu dengan  memberikan contoh teladan dalam sikap hidup mereka sehari-hari. Para Muballigh itu menunjukan akhlaqul karimah, sehingga masyarakat yang menjadi tertarik untuk memeluk agama islam dan mencontoh perilaku mereka.

Didalam sejarah islam, sejak zaman Nabi Muhammad SAW, rumah-rumah  ibadah difungsikan sebagai tempat pendidikan. Dengan demikian, masjid berfungsi sebagai tempat pendidikan adalah merupakan suatu keharusan di kalangan masyarakat muslim.

Adanya masjid tersebut dapat pula dipastikan bahwa mereka menggunakannya untuk melaksanakan proses pendidikan islam, dan sejak saat itu pula mulai berlangsungnya pendidikan non formal.

Selain itu, penyebaran Islam juga dilakukan melalui hubungan perdagangan di luar Nusantara hal ini, karena para penyebar dakwah  atau mubaligh  merupakan utusan dari pemerintahan Islam yang datang dari luar Indonesia , maka untuk menghidupi diri dan keluarga mereka, para mubaligh  ini bekerja melalui cara berdagang, para mubaligh inipun menyebarkan Islam kepada para pedagang  dari penduduk asli, hingga para pedagang ini memeluk Islam dan meyebarkan pula ke penduduk lainnya, karena umumnya pedagang dan ahli kerajaanlah yang pertama mengadopsi agama baru tersebut[2]. Dan dengan demikian masyarkat atau rakyatnya memeluk agama Islam seperti yang terjadi pada beberapa kerjaaan, yaitu Kerajaan Samudra pasai, Perlak, Aceh Darussalam, dan Maluku, dan beberapa kerajaan lainnya.

C.    Periode Kerajaan Islam

1.      Zaman  Kerajaan Samudra Pasai

Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudra Pasai, yang didirikan pada abad ke-10 M dengan raja pertamanya Malik Ibrahim bin Mahdum. Yang kedua bernama Al-Malik Al-Shaleh dan yang terakhir bernama Al-Malik Sabar Syah (tahun 1444 M/ abad ke-15 H).

Pada tahun 1345, Ibnu Batutah dari Maroko sempat singgah di Kerajaan Pasai pada zaman pemerintahan Malik Az-Zahir, raja yang terkenal alim dalam ilmu agama dan bermazhab Syafi’i, mengadakan pengajian sampai waktu sholat Ashar dan fasih berbahasa Arab serta mempraktekkan pola hidup yang sederhana.[3]

Keterangan Ibnu Batutah tersebut dapat ditarik kesimpulan pendidikan yang berlaku di zaman kerajaan Pasai sebagai berikut:

Materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syari’at adalah Fiqh mazhab Syafi’i
Sistem pendidikannya secara informal berupa majlis ta’lim dan halaqoh
Tokoh pemerintahan merangkap tokoh agama
Biaya pendidikan bersumber dari negara.[4]
Pada zaman kerajaan Samudra Pasai mencapai kejayaannya pada abad ke-14 M, maka pendidikan juga tentu mendapat tempat tersendiri. Mengutip keterangan Tome Pires, yang menyatakan bahwa “di Samudra Pasai banyak terdapat kota, dimana antar warga kota tersebut terdapat orang-orang berpendidikan”.

Menurut Ibnu Batutah, Pasai pada abad ke-14 M, sudah merupakan pusat studi Islam di Asia Tenggara, dan banyak berkumpul ulama-ulama dari negara-negara Islam. Ibnu Batutah menyatakan bahwa Sultan Malikul Zahir adalah orang yang cinta kepada para ulama dan ilmu pengetahuan. Bila hari jum’at tiba, Sultan sembahyang di Masjid menggunakan pakaian ulama, setelah sembahyang mengadakan diskusi dengan para alim pengetahuan agama, antara lain: Amir Abdullah dari Delhi, dan Tajudin dari Ispahan. Bentuk pendidikan dengan cara diskusi disebut Majlis Ta’lim atau halaqoh. Sistem halaqoh yaitu para murid mengambil posisi melingkari guru. Guru duduk di tengah-tengah lingkaran murid dengan posisi seluruh wajah murid menghadap guru.[5]

2.      Kerajaan Perlak

Kerajaan Islam kedua di Indonesia adalah Perlak di Aceh. Didirikan pada 1 Muharram 225 H atau 12 November 839 M[6]. Rajanya yang pertama Sultan Alaudin (tahun 1161-1186 H/abad 12 M). Antara Pasai dan Perlak terjalin kerja sama yang baik sehingga seorang Raja Pasai menikah dengan Putri Raja Perlak. Perlak merupakan daerah yang terletak sangat strategis di Pantai Selat Malaka, dan bebas dari pengaruh Hindu.

Kerajaan Islam Perlak juga memiliki pusat pendidikan Islam Dayah Cot Kala. Dayah disamakan dengan Perguruan Tinggi, materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab, tauhid, tasawuf, akhlak, ilmu bumi, ilmu bahasa dan sastra Arab, sejarah dan tata negara, mantiq, ilmu falaq dan filsafat. Daerahnya kira-kira dekat Aceh Timur sekarang. Pendirinya adalah ulama Pangeran Teungku Chik M.Amin, pada akhir abad ke-3 H, abad 10 M. Inilah pusat pendidikan pertama.

Rajanya yang ke enam bernama Sultan Mahdum Alaudin Muhammad Amin yang memerintah antara tahun 1243-1267 M, terkenal sebagai seorang Sultan yang arif bijaksana lagi alim. Beliau adalah seorang ulama yang mendirikan Perguruan Tinggi Islam yaitu suatu Majlis Taklim tinggi dihadiri khusus oleh para murid yang sudah alim. Lembaga tersebut juga mengajarkan dan membacakan kitab-kitab agama yang berbobot pengetahuan tinggi, misalnya kitab Al-Umm karangan Imam Syafi’i.Dengan demikian pada kerajaan Perlak ini proses pendidikan Islam telah berjalan cukup baik.

3.      Kerajaan Aceh Darussalam

Proklamasi kerajaan Aceh Darussalam adalah hasil peleburan kerajaan Islam Aceh di belahan Barat dan Kerajaan Islam Samudra Pasai di belahan Timur. Putra Sultan Abidin Syamsu Syah diangkat menjadi Raja dengan Sultan Alaudin Ali Mughayat Syah (1507-1522 M).

Bentuk teritorial yang terkecil dari susunan pemerintahan Kerajaan Aceh adalah Gampong (Kampung), yang dikepalai oleh seorang Keucik dan Waki (wakil). Gampong-gampong yang letaknya berdekatan dan yang penduduknya melakukan ibadah bersama pada hari jum’at di sebuah masjid merupakan suatu kekuasaan wilayah yang disebut mukim, yang memegang peranan pimpinan mukim disebut Imeum mukim. Jenjang pendidikan yang ada di Kerajaan Aceh Darussalam diawali pendidikan terendah Meunasah (Madrasah). Yang berarti tempat belajar atau sekolah, terdapat di setiap gampong dan mempunyai multi fungsi antara lain:

Sebagai tempat belajar Al-Qur’an
Sebagai Sekolah Dasar, dengan materi yang diajarkan yaitu menulis dan membaca huruf Arab, Ilmu agama, bahasa Melayu, akhlak dan sejarah Islam.
Fungsi lainnya adalah sebagai berikut:

Sebagai tempat ibadah sholat 5 waktu untuk kampung itu.
Sebagai tempat sholat tarawih dan tempat membaca Al-Qur’an di bulan puasa.
Tempat kenduri Maulud pada bulan Maulud.
Tempat menyerahkan zakat fitrah pada hari menjelang Idhul Fitri atau bulan puasa
Tempat mengadakan perdamaian bila terjadi sengketa antara anggota kampung.
Tempat bermusyawarah dalam segala urusan
Letak meunasah harus berbeda dengan letak rumah, supaya orang segera dapat mengetahui mana yang rumah atau meunasah dan mengetahui arah kiblat sholat.

Selanjutnya sistem pendidikan di Dayah (Pesantren) seperti di Meunasah tetapi materi yang diajarkan adalah kitab Nahwu, yang diartikan kitab yang dalam Bahasa Arab, meskipun arti Nahwu sendiri adalah tata bahasa (Arab).

Dayah biasanya dekat masjid, meskipun ada juga di dekat Teungku yang memiliki dayah itu sendiri, terutama dayah yang tingkat pelajarannya sudah tinggi. Oleh karena itu orang yang ingin belajar nahwu itu tidak dapat belajar sambilan, untuk itu mereka harus memilih dayah yang agak jauh sedikit dari kampungnya dan tinggal di dayah tersebut yang disebut Meudagang. Di dayah telah disediakan pondok-pondok kecil memuat dua orang tiap rumah.

Dalam buku karangan Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, istilah Rangkang merupakan madrasah setingkat Tsanawiyah, materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab, ilmu bumi, sejarah, berhitung, dan akhlak. Rangkang juga diselenggarakan disetiap mukim.

Bidang pendidikan di kerajaan Aceh Darussalam benar-benar menjadi perhatian. Pada saat itu terdapat lembaga-lembaga negara yang bertugas dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan yaitu:

Balai Seutia Hukama, merupakan lembaga ilmu pengetahuan, tempat berkumpulnya para ulama, ahli pikir dan cendikiawan untuk membahas dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
Balai Seutia Ulama, merupakan jawatan pendidikan yang bertugas mengurus masalah-masalah pendidikan dan pengajaran.
Balai Jama’ah Himpunan Ulama, merupakan kelompok studi tempat para ulama dan sarjana berkumpul untuk bertukar fikiran membahas persoalan pendidikan dan ilmu pendidikannya.
Aceh pada saat itu merupakan sumber ilmu pengetahuan dengan sarjana-sarjananya yang terkenal di dalam dan luar negeri. Sehingga banyak orang luar datang ke Aceh untuk menuntut ilmu, bahkan ibukota Aceh Darussalam berkembang menjadi kota Internasional dan menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan.

Kerajaan Aceh telah menjalin suatu hubungan persahabatan dengan kerajaan Islam terkemuka di Timur Tengah yaitu kerajaan Turki. Pada masa itu banyak pula ulama dan pujangga-pujangga dari berbagai negeri Islam yang datang ke Aceh. Para ulama dan pujangga ini mengajarkan ilmu agama Islam (Theologi Islam) dan berbagai ilmu pengetahuan serta menulis bermacam-macam kitab berisi ajaran agama. Karenanya pengajaran agama Islam di Aceh menjadi penting dan Aceh menjadi kerajaan Islam yang kuat di Nusantara. Diantara para ulama dan pujangga yang pernah datang ke kerajaan Aceh antara lain Muhammad Azhari yang mengajar ilmu Metafisika, Syekh Abdul Khair Ibn Syekh Hajar ahli dalam bidang pogmatic dan mistik, Muhammad Yamani ahli dalam bidang ilmu usul fiqh dan Syekh Muhammad Jailani Ibn Hasan yang mengajar logika.

Tokoh pendidikan agama Islam lainnya yang berada di kerajaan Aceh adalah Hamzah Fansuri. Ia merupakan seorang pujangga dan guru agama yang terkenal dengan ajaran tasawuf yang beraliran wujudiyah. Diantara karya-karya Hamzah Fansuri adalah Asrar Al-Aufin, Syarab Al-Asyikin, dan Zuiat Al-Nuwahidin. Sebagai seorang pujangga ia menghasilkan karya-karya, Syair si burung pungguk, syair perahu.

Ulama penting lainnnya adalah Syamsuddin As-Samathrani atau lebih dikenal dengan Syamsuddin Pasai. Ia adalah murid dari Hamzah Fansuri yang mengembangkan paham wujudiyah di Aceh. Kitab yang ditulis, Mir’atul al Qulub, Miratul Mukmin dan lainnya.

Ulama dan pujangga lain yang pernah datang ke kerajaan Aceh ialah Syekh Nuruddin Ar-Raniri. Ia menentang paham wujudiyah dan menulis banyak kitab mengenai agama Islam dalam bahasa Arab maupun Melayu klasik. Kitab yang terbesar dan tertinggi mutu dalam kesusastraan Melayu klasik dan berisi tentang sejarah kerajaan Aceh adalah kitab Bustanul Salatin.

Pada masa kejayaan  kerajaan Aceh, yaitu masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636) oleh Sultannya banyak didirikan masjid sebagai tempat beribadah umat Islam, salah satu masjid yang terkenal Masjid Baitul Rahman, yang juga dijadikan sebagai Perguruan Tinggi dan mempunyai 17 daars (fakultas).

Dengan melihat banyak para ulama dan pujangga yang datang ke Aceh, serta adanya Perguruan Tinggi, maka dapat dipastikan bahwa kerajaan Aceh menjadi pusat studi Islam. Karena faktor agama Islam merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat Aceh pada periode berikutnya. Menurut B.J. Boland, bahwa seorang Aceh adalah seorang Islam.

1.      Kerajaan Islam di Maluku.

Islam masuk di Maluku dibawa oleh muballigh dari Jawa sejak zaman Sunan Giri dan dari Malaka. Raja Maluku yang pertama masuk Islam adalah Sultan Ternate bernama Marhum pada tahun 1465-1486 M, atas pengaruh Maulana Husain, saudagar dari Jawa. Raja Maluku yang terkenal di bidang pendidikan dan dakwah islam ialah Sultan Zainul Abidin, tahun 1486-1500 M. Dakwah Islam di Maluku menghadapi dua tantangan, yaitu yang datang dari orang-orang yang masih animis dan dari orang Portugis yang mengkristenkan penduduk Maluku. Sultan Sairun adalah tokoh yang paling keras melawan orang Portugis dan usaha Kristenisasi di Maluku ialah Fransiscus Zaverius tahun 1546 M. ia berhasil mengkhatolikkan sebagian dari penduduk Maluku.

Ketika bangsa Belanda yang beragama Kristen Protestan datang di Indonesia, mulai pula usaha memprotestankan penduduk Indonesia pada awal abad 17 M (tahun 1600 M)

Dua golongan Nasrani itu dapat bersatu di Indonesia, hanya untuk menghadapi Islam. Sedangkan di Eropa, pada zaman itu, terjadi peperangan hebat yang cukup lama antara Belanda melawan Portugis. Pemerintah Belanda berhasil memprotestankan rakyat Indonesia secara missal di daerah Batak, Manado, dan Ambon. Sedangkan Katholik berhasil di daerah Nusa Tenggara Timur yang mendapat pengaruh dari Portugis di Timor-Timur.[7]

2.      Kerajaan Islam di Kalimantan

Islam mulai masuk di Kalimantan pada abad ke 15 M dengan cara damai, dibawa oleh Muballigh dari Jawa. Sunan Bonang dan Sunan Giri masing-masing mempunyai santri-santri dari Kalimantan, Sulawesi dan Maluku. Perkembangan Islam mulai mantap setelah berdirinya kerajaan Islam di Bandar masih di bawah pimpinan Sultan Suriansyah tahun 1540 M bergelar Pangeran Samudera dan dibantu oleh Patih Masih.

Pada tahun 1710 diKalimantanterdapat seorang ulama besar bernama Syekh Arsyad Al-Banjari dari desa Kalampayan yang terkenal sebagai pendidik dan muballigh besar. Pengaruhnya meliputi seluruhKalimantan(Selatan, timur dan Barat)

Ia menulis kitab-kitab agama, diantaranya yang terkenal:

Sabilul Muhtadin (dipelajari dihampir seluruh Indonesia sampai yang palin barat, Aceh)
Syarah Fathul Jawad
Tuhfatur Raghibin (terkenal di Sumatera Utara dan Aceh)
Ushuluddin
Tasawuf
Al-Nikah
Al-Faraid.
Pada waktu kecil ia diasuh dan diangkat oleh Sultan Tahmilillah dan dikirim untuk belajar ke Makkah dan Madianh selama 30 tahun. Ia wafat pada zaman Sultan Sulaiman.

Sistem pengajian kitab agama di pesantren Kalimantan sama dengan system pengajian kitab di pondok pesantren di Jawa, terutama cara-cara menerjemahkannya kedalam bahasa daerah. Salah seorang tokoh Islam yang masuk di Kalimantan Barat ialah Syarif Abdurrahaman Al-Kadri dari Hadramaut pada tahun 1735 M dan menikah dengan putra Dayak yang akhirnya mewarisi kerajaan di Kalimantan Barat Pontianak.

Salah seorang pejuang Islam lain dari Kalimantan Selatan ialah Pangeran Antasari lahir pada tahun 1790 M-!862 M, cucu dari Pangeran Amir, putra Sultan Tahmidillah.[8]

3.      Kerajaan Islam di Sulawesi

Kerajaan yang mula-mula berdasarkan Islam adalah kerajaan Kembar Gowa Tallo tahun 1605 M. Rajanya bernama I. Malingkaang Daeng Manyonri yang kemudian berganti nama dengan Sultan Abdullah Awwalul Islam.

Pengaruh raja Gowa dan Tallo dalam Islam sangat besar terhadap raja-raja kecil lainnya. Diantara raja-raja itu sudah ada perjanjian yang berbunyi sebagai berikut: “Barangsiapa yang menemukan jalan yang lebih baik, maka ia berjanji akan memberitahukan kepada raja-raja yang menjadi sekutunya”. Jalan disini berarti jalan hidup atau agama.

Diantara ulama besar kelahiran Sulawesi sendiri ialah Syekh Maulana Yusuf yang belajar di Makkah pada tahun 1644 M. ia pulang keIndonesiadan menetap di Banten. Banyak santrinya datang dari Makasar, kemudian karena memberontak, dibuang oleh Belanda ke SriLanka dan wafat di Afrika Selatan. Jenazahnya dipulangkan ke Makasar dan dikubur disana. Ia mengarang kitab Tasawuf dalam Bahasa Arab, Bugis, Melayu dan Jawa.

Dari Sulawesi Selatan, agama Islam mengembang ke Sulawesi Tengah dan Utara. Islam masuk daerahManadopada zaman Sultan Hasanudin, ke daerah Bolaang Mangondow di Sulawesi Utara pada Tahun 1560 M, ke Gorontalo tahun 1612 M. buku-buku lama di Gorontalo di tulis dengan huruf Arab.

Agama Islam yang telah kuat di Sulawesi Selatan itu menjalar masuk ke Kepulauan Nusa Tenggara, yaitu ke Bima (Sumbawa) dan Lombok, agama Islam ini dibawa oleh pedagang-pedagang Bugis. Sumbawa dikuasai kerajaan Gowa pada tahun 1616 M.[9]



[1] Prof.Dr.H.HaidarPutra Daulay,MA, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia (Jakarta: Kencana. 2004) hal145-146)

[2] http://id.wikipedia.org/wiki/sejarah_Indonesia

[3] Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000),hal.135

[4] Ibid,hal.136

[5] http://forum.dudung.net/index.php?topic=5369.0

[6] http://id.wikipedia.org/wiki/sejarah_Indonesia

[7] Zuhairini, hal.142

[8] Ibid, hal.145

[9] Ibid, hal.146














MASA MASUK DAN BERKEMBANGNYA ISLAM DI INDONESIA
Berbagai teori perihal masuknya Islam ke Indonesia terus muncul sampai saat ini. Fokus diskusi mengenai kedatangan Islam di Indonesia sejauh ini berkisar pada tiga tema utama, yakni tempat asal kedatangannya, para pembawanya, dan waktu kedatangannya. Mengenai tempat asal kedatangan Islam yang menyentuh Indonesia, di kalangan para sejarawan terdapat beberapa pendapat. Ahmad Mansur Suryanegara mengikhtisarkannya menjadi tiga teori besar.

Pertama, teori Gujarat, India. Islam dipercayai datang dari wilayah Gujarat – India melalui peran para pedagang India muslim pada sekitar abad ke-13 M.
Kedua, teori Makkah. Islam dipercaya tiba di Indonesia langsung dari Timur Tengah melalui jasa para pedagang Arab muslim sekitar abad ke-7 M.
Ketiga, teori Persia. Islam tiba di Indonesia melalui peran para pedagang asal Persia yang dalam perjalanannya singgah ke Gujarat sebelum ke nusantara sekitar abad ke-13 M

Disamping itu para kaum pedagang sangat memegang peranan penting dalam persebaran agama dan kebudayaan Islam di Nusantara. Letak Indonesia yang strategis menyebabkan timbulnya tempat perdagangan yang membantu mempercepat persebaran tersebut. Dan yang turut berperan dalam penyebaran islam ialah melalui dakwah yang dilakukan para mubaligh.

Masuknya Islam ke Indonesia terjadi tidak terlalu jauh dari zaman kelahiran islam di jazirah arab. Ada dua faktor yang menyebabkan Indonesia dikenal bangsa-bangsa lain :
a.  Faktor letak geografisnya yang strategis, yaitu berada di persimpangan jalan raya internasional dari jurusan timur tengah menuju tiongkok
b.  Faktor kesuburan tanahnya yang menghasilkan bahan-bahan keperluan hidup yang dibutuhkan oleh bangsa-bangsa lain misalnya rempah-rempah

BERBAGAI KEBIJAKAN PEMERINTAH BELANDA, JEPANG DAN REPUVLIK INDONESIA DALAM BIDANG PENDIDIKAN
Diantara kebijakan pemerintahan belanda dalam membendung bidang pendidikan islam adalah:
Pada zaman VOC mereka mengeluarkan perbaikan untuk perbaikan agama kristen dan mendirikan sekolah
Ketika Van den Bosh menjadi gubernur jendral di Jakarta pada tahuun 1831 M, diberlakukan kebijakan bahwa sekolah-sekolah gereja dianggap dan diperlakukan sebagai sekolah pemerintah
Pada tahun 1819 M, gubernur Van de Capellen mengambil inisiatif merencanakan berdirinya sekolah dasar bagi penduduk pribumi agar dapat membantu pemerintahan belanda
Pada tahun 1905, nasihat badan priesteraden menasihatkan agar pemerintah mengeluarkan peraturan yang isinya bahwa orang yang memberikan pelajaran harus minta izin terlebih dahulu
Dalam mendekati umat islam, jepang menempuh kebijakan sesuai berikut :
Kantor urusan agama yang pada zaman belanda di sebut kantor Voor Islamistische Saken yang dipimpin oleh orang-orang orientalisten belanda
Pondok pesantren yang besar-besar sering mendapat kunjungan dan bantuan dari pembesar-pembesar jepang
Sekolah-sekolah negeri di beri pelajaran budi pekerti yang isinya identik dengan ajaran agama
Memberikan latihan dasar kemiliteran bagi pemuda islam yang dipimpin oleh KH. Zainul Arifin
Pemerintahan jepang mengizinkan berdirinya sekolah tinggi Islam di Jakarta yang dipimpin oleh KH. Wahid Hasyim
Diantara kebijakan pemerintah RI tentang pendidikan islam adalah pembinaan pendidikan agama secara formal institusional dipercayakan oleh pemerintah RI kepada departemen agama pendidikan dan kebudayaan untuk mengelola pendidikan agama disekolah-sekolah umum negri dan swasta. Sementara pembinaan pendidikan agama disekolah agama ditangani oleh departemen agama sendiri.
Sementara hasil SKB dua menteri ini adalah yang dikeluarkan pada bulan januari 1951 yang isinya adalah :
Pendidikan agama diberikan mulai kelas IV Sekolah Rakyat (Sekolah Dasar)
Di daerah-daerah yang masyarakatnya agamanya kuat. Pendidikan agama diberikan mulai kelas satu Sekolah Rakyat
Disekolah  lanjutan tingkat pertama dan tingkat atas diberikan pendidikan agama sebanyak 2 jam seminggu
Pendidikan agama diberikan kepada murid murid-murid sedikitnya 10 orang dalam satu kelas dan mendapat izin dari orang tua (walinya)
ORGANISASI DAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
Adapun organisasi-organisasi yang berdasarkan sosial keagamaan yang melakukan aktivitas kependidikan islam adalah:
Al Jami Atal Khairiyah
Al Islah Wa Al Irsyad
Perserikataan ulama
Nahdatul ulama
Persatuan islam
JENIS-JENIS LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
a. Lembaga-lembaga pendidikan islam sebelum kemerdekaan
    Di Sumatera madrasah-madrasah banyak bermunculan diantaranya adalah:
Madrasah Adabiyah di Pdang Sumatera Barat
Madrasah School di daerah Batu sangkar
Sekolah Muhamadiyah di Yogyakarta
Pondok pesantren (surau)
Madrasah Nurul Iman di Jambi
Madrasah Sa’adah Al Darain
Madrasah Nurul Islam
b. Lembaga-lembaga pendidikan islam sesudah kemerdekaan
   Lembaga pendidikan islam sesudah Indonesia merdeka ada yang berstatus negeri dan ada yang berstatus  swasta. Yang berstatus negeri misalnya:
Madrasah Ibtidaiyah Negeri (Tingkat Dasar)
Madrasah Tsanawiyah Negeri (Tingkat Menengah Pertama)
Madrasah Aliyah Negeri (Tingkat Menengah Atas)
Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI)
4.5

Baca Selengkapnya di : PROSES MASUK DAN BERKEMBANGNYA ISLAM DI INDONESIA | AF Sahabat Artikel http://abyfarhan7.blogspot.com/2012/01/proses-masuk-dan-berkembangnya-islam-di.html#ixzz1qVAELdco











Asal Usul Pendidikan Islam di Indonesia
Jika kita mencermati agenda permasalahan universal yang dihadapi rakyat Indonesia dewasa ini, maka diskursus yang paling menarik untuk dibahas adalah pendidikan. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan tidak bisa lepas dari kehidupan. Dengan pendidikan, kita bisa memajukan kebudayaan dan mengangkat derajat bangsa di mata dunia internasional. Dengan pendidikan akan lahirlah Sumber Daya Manusia yang berkualitas, baik dari segi spritual, intelegensi, maupun skill.

 Kita barangkali perlu merefleksikan lagi bahwa Indonesia merupakan pusat konsentrasi umat Islam yang terbesar di dunia. Sehingga dengan demikian, eksistensi pendidikan Islam di Indonesia tidak dapat dipandang sebelah mata saja. Karena bagaimanapun, pendidikan Islam merupakan warisan leluhur bangsa ini yang pernah berhasil menciptakan manusia yang berkualitas, baik intelektual maupun moralitas. Sehingga tidak mengherankan, bila pendiri negeri ini meletakkan pendidikan pada tempat yang tertinggi sebagai sarana untuk membina dan membangun manusia Indonesia seutuhnya, sebagaimana tercermin dalam Pembukaan UUD 1945: “untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.”

Untuk itu, tak berlebihan kiranya jika kita kembali merunut sejarah masa lalu terhadap perkembangan pendidikan Islam di Indonesia dari waktu ke waktu, sejak dengan ditandai oleh munculnya berbagai lembaga pendidikan secara bertahap; mulai dari yang amat sederhana, sampai dengan tahap-tahap yang sudah terhitung modern dan lengkap; yang kesemuanya telah memainkan fungsi dan perannya sesuai dengan tuntutan masyarakat dan zamannya. Dengan demikian diharapkan akan dapat menjadi bahan rujukan dan perbandingan bagi pengelola pendidikan Islam pada masa sekarang ini.

-

A) Masuk & Berkembangnya Islam di Indonesia

Prof. Haidar Putra Daulay menyebutkan bahwa proses masuknya Islam ke Indonesia agak unik dibandingkan dengan masuknya Islam ke daerah-daerah lain. Islam masuk ke Indonesia secara damai dibawa oleh para pedagang dan mubaligh. Sedangkan Islam yang masuk ke daerah lain pada umumnya banyak lewat penaklukan, seperti masuknya Islam le Irak, Iran (Persi), Mesir, Afrika Utara sampai ke Andalusia.

Sejauh menyangkut kedatangan Islam di Nusantara, terdapat diskusi dan perdebatan panjang di antara para ahli mengenai tiga masalah pokok: tempat asal kedatangan Islam; para pembawanya; dan waktu kedatangannya. Berbagai teori dan pembahasan yang berusaha menjawab ketiga masalah pokok ini jelas belum tuntas dan belum memuaskan hingga saat ini.

Sarjana Belanda kebanyakan berpendapat bahwa kedatangan Islam ke Nusantara berasal dari India, di antara sarjana tersebut adalah Pijnappel dari Universitas Leiden, Moquette, Snouck Hurgronje. Menurut Hurgronje abad ke-12 adalah periode paling mungkin dari permulaan penyebaran Islam di Nusantara. Selain itu, beberapa Sarjana lain seperti Crawfurd, Niemann dan Naquib Al Attas berpendapat bahwa Islam tiba di Indonesia langsung berasal dari Arab. Bahkan Naquib Al Attas paling gigih mempertahankan teori ini.

Suatu hal yang dapat dikemukakan bahwa masuknya Islam ke Indonesia tidaklah bersamaan, ada daerah-daerah yang sejak dini telah dimasuki oleh Islam, di samping ada daerah yang terbelakang dimasuki Islam. Berkenaan dengan ini telah disepakati bersama oleh sejarawan Islam bahwa Islam pertama kali masuk ke Indonesia adalah di Sumatera. Kedatangan Islam ke Indonesia itu sendiri terjadi melalui kegiatan perdagangan yang ditempuh dengan proses yang sangat panjang sampai terbentuknya masyarakat muslim.

Terbentuknya masyarakat muslim di suatu tempat adalah melalui proses panjang yang dimulai dari terbentuknya pribadi-pribadi muslim sebagai hasil dari upaya para da’i. Masyarakat muslim tersebut selanjutnya menumbuhkan kerajaan Islam, tercatatlah sejumlah kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara, seperti Kerajaan Perlak, Pasai, Aceh Darussalam, Banten, Demak, Mataram, dan lain sebagainya.

Tersebarnya Islam ke berbagai wilayah di Indonesia yang begitu cepat tidak terlepas dari berbagai peran, terutama adanya kekuatan politik dari kerajaan Islam digabungkan dengan semangat para mubaligh untuk mengajarkan Islam. Maka dalam hal ini, peran pendidikan Islam turut memberikan sumbangsih positif kepada kemajuan peradaban bangsa Indonesia.

-

B) Asal-Usul Pendidikan Islam di Indonesia

 Berbicara tentang pendidikan Islam di Indonesia, sangatlah erat hubungannya dengan kedatangan Islam itu sendiri ke Indonesia. Dalam konteks ini, Mahmud Yunus mengatakan, bahwa sejarah pendidikan Islam sama tuanya dengan masuknya Islam ke Indonesia. Hal ini disebabkan karena pemeluk agama Islam yang kala itu masih tergolong baru, maka sudah pasti akan mempelajari dan memahami tentang ajaran-ajaran Islam. Meski dalam pengertian sederhana, namun proses pembelajaran waktu itu telah terjadi. Dari sinilah mulai timbul pendidikan Islam, dimana pada mulanya mereka belajar di rumah-rumah, langgar/surau, masjid dan kemudian berkembang menjadi pondok pesantren. Setelah itu baru timbul sistem madrasah yang teratur sebagaimana yang dikenal sekarang ini.

Berdasarkan ungkapan di atas, dapat dipastikan pendidikan Islam itu telah berlangsung di Indonesia sejak mubaligh pertama melakukan kegiatannya dalam rangka menyampaikan keislaman baik dalam bentuk pentransferan pengetahuan, nilai, dan aktivitas maupun dalam pembentukan sikap atau suri tauladan. Maka dalam konteks pendidikan, para pedagang dan mubaligh yang memperkenalkan sekaligus mengajarkan Islam tersebut adalah pendidik, sebab mereka telah melaksanakan tugas-tugas kependidikan.

Dalam hal ini timbul pertanyaan, apa tolok ukur yang dijadikan bahwa kegiatan para pedagang atau mubaligh di dalam rangka menyampaikan ajaran Islam dapat digolongkan kepada aktivitas pendidikan. Untuk mencari makna dan hakikat pendidikan, maka perlu dcari ciri-ciri esensial aktivitas pendidikan, sehingga dapat dipilih mana aktivitas pendidikan dan mana yang bukan, untuk itu perlu dicari unsur dasar pendidikan.

Neong Muhadjir sebagaimana yang dikutip Haidar Putra Daulay menjelaskan bahwa ada lima unsur dasar pendidikan, yaitu adanya unsur pemberi dan penerima. Unsur pemberi dan penerima baru bermakna pendidikan kalau dibarengi dengan unsur ketiga, yaitu adanya tujuan baik. Jika hanya hubungan pemberi dan penerima saja yang ada ini belum dapat dikatakan aktivitas pendidikan, tanpa dibarengi dengan tujuan baik, sebab hubungan antara penjual dan pembeli, majikan dan buruh, juga ada hubungan antara pemberi dan penerima dan hubungan yang seperti ini belum dikatakan aktivitas pendidikan. Unsur berikutnya yakni unsur keempat cara atau jalan yang baik. Hal ini terkait nilai. Selanjutnya unsur kelima adalah konteks yang positif upaya pendidik adalah menumbuhkan konteks positif dengan menjauhi konteks negatif.

Dengan dijelaskannya kelima unsur dasar pendidikan di atas akan dapat dijadikan acuan tentang aktivitas pedagang dan mubaligh tersebut apakah dapat digolongkan sebagai sebuah aktivitas pendidikan atau bukan. Maka jika kita hubung-hubungkan akan ditemukan sebuah kesimpulan bahwa para pedagang dan mubaligh ketika memperkenalkan dan mengajarkan ajaran Islam kepada masyarakat sudah memenuhi unsur pendidikan tersebut. Dengan demikian, pendidikan Islam di Indonesia telah berlangsung sejak masuknya Islam ke Indonesia, dan dengan demikian pula pendidikan Islam telah memainkan peranannya dalam pembentukan masyarakat Indonesia.

-

C) Sistem Pendidikan Islam Pada Masa Kerajaan Islam di Nusantara

 Dalam hubungannya dengan pengembangan pendidikan Islam di Indonesia, sejak awal penyebaran Islam, masjid telah memegang peranan yang cukup besar. Kedatangan orang-orang Islam ke Indonesia yang pada umumnya berprofesi sebagai pedagang, mereka hidup berkelompok dalam beberapa tempat, yang kemudian tempat-tempat yang mereka tempati tersebut menjadi pusat-pusat perdagangan. Di sekitar pusat-pusat dagang itulah, mereka biasanya membangun sebuah tempat sederhana (masjid), dimana mereka bisa melakukan shalat dan kegiatan lainnya sehari-hari. Memang tampaknya tidak hanya kegiatan perdagangan yang menarik bagi penduduk setempat. Kegiatan para pedagang muslim selepas dagangpun menarik perhatian masyarakat. Maka sejak itulah pengenalan Islam secara sistematis dan berlangsung di banyak tempat.

Pada masa itu, masjid dijadikan satu-satunya tempat bertemu antara ulama dengan masyarakat umum. Hal ini mengingat tidak ada tempat yang lebih memadai dalam mewadahi kegiatan tersebut selain di masjid. Maka tak heran bila akhirnya masjid selain untuk kegiatan ibadah, juga difungsi sebagai pusat kegiatan pendidikan bagi penduduk pedesaaan. Dari masjid inilah generasi muda muslim dididik dan digembleng, merekalah yang nantinya membuka jalan baru dalam membentuk masyarakat muslim di Indonesia dan menyebar sampai seluruh pelosok tanah air hingga terbentuknya kerajaan Islam di Indonesia.

Pada masa kerajaan Islam, para sultan memberikan dukungan yang sangat besar terhadap pengembangan masjid sebagai pusat pendidikan. Di Jawa, Sultan Demak memerintahkan pembangunan masjid agung yang menjadi pusat keilmuan kerajaan di Bintara, kemudian dukungan kepada para wali yang bertanggung jawab terhadap kehidupan agama Islam di Demak dengan pusat kegiatannya di Masjid Agung Demak. Dari masjid itulah para wali merencanakan, mendiskusikan dan membahas perkembangan Islam di Jawa dan pada akhirnya mereka berhasil mengislamkan Pulau Jawa. Di Kutai, Sultan mendirikan masjid yang dijadikan sebagai tempat terhormat untuk menjadi tempat pendidikan dari kalangan bawah sampai atas, termasuk dari kalangan keluarganya sendiri. Sementara di Aceh, masjid dibangun dengan megah dan dijadikan tempat mendidik masyarakat kesultananan Aceh.

Dalam perkembangan selanjutnya, masjid sebagai pusat pendidikan dan pengajaran secara informal maupun nonformal ini ternyata memberikan hasil yang cukup gemilang, yakni tersebarnya ajaran Islam keseluruh pelosok tanah air. Ada beberapa hal yang bisa diperhatikan dalam sistem pendidikan Islam di masjid, yaitu:

Tenaga pendidik, mereka adalah orang-orang yang tidak meminta imbalan jasa, tidak ada spesifikasi khusus dalam keahlian mengajar, mendidik bukan pekerjaan utama, dan tidak diangkat oleh siapapun;
Mata pelajaran yang diajarkan terutama ilmu-ilmu yang bersumber kepada al-Qur’an dan al-Sunnah, namun dalam perkembangan berikutnya ada bidang kajian lain, seperti: tafsir, fikih, kalam, bahasa Arab, sastra maupun yang lainnya;
Siswa atau peserta didik, mereka adalah orang-orang yang ingin mempelajari Islam , tidak dibatasi oleh usia, dari segala kalangan dan tidak ada perbedaaan;
Sistem pengajaran yang dilakukan memakai sistem halaqah (merupakan metode dimana santri menghafal teks atau kalimat tertentu dari kitab yang dipelajarinya);
Metode pengajaran yang diterapkan memakai 2 metode, yakni metode bandongan (merupakan metode dimana seorang guru membacakan dan menjelaskan isi sebuah kitab, dikerumuni oleh sejumlah murid yang masing-masing memegang kitab yang serupa, mendengarkan dan mencatat keterangan yang diberikan gurunya berkenaan dengan bahasan yang ada dalam kitab tersebut pada lembaran kitab atau pada kertas catatan yang lain dan metode sorogan (merupakan metode dimana santri menyodorkan sebuah kitab dihadapan gurunya, kemudian guru memberikan tuntunan bagaimana cara membacanya, menghafalkannya, dan pada jenjang berikutnya bagaimana menterjemahkan serta menafsirkannya).
Mengenai waktu pendidikan, tidak ada waktu khusus dalam proses pendidikan di masjid, hanya biasanya banyak dilakukan di sore atau malam hari, karena waktu tersebut tidak mengganggu kegiatan sehari-hari dan mereka mempunyai waktu yang cukup luang. (Indra Laksamana Muda )

-

DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyurmadi, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru, Ciputat: Logos, 1999.

Daulay, Haidar Putra, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cet. II, 2007.

Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Rajawali Press, 1995.

Nasution, Harun, Pembaruan dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1991.

Nata, Abuddin (Editor), Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Grasindo, 2001.

Nizar, Samsul, Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam, Ciputat: Quantum Teaching, 2005.

Yatim, Badri Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001.

Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Hidakarya Agung, 1985.

Foto ilustrasi dari Google.







Sejak awal masuknya Islam ke Indonesia, pendidikan Islammerupakan kepentingan tertinggi bagi kaum muslimin. Tetapi hanya sedikitsekali yang dapat kita ketahui tentang perkembangan pendidikan Islam dimasa lalu. Di Indonesia tidak dipungkiri terdapat hubungan intelektual antaratokoh-tokoh Indonesia dengan tokoh-tokoh Timur Tengah, khususnya sesuatuyang berhubungan dengan tradisi keagamaan yang sarat dengan misi dakwah.Awal terjadinya proses pendidikan Islam di Indonesia dengan berbagaikontak yang dilakukan oleh para saudagar Gujarat, misalnya kontak jual beli,kontak perkawinan, kontak dakwah langsung baik secara individual maupunkolektif.Materi yang pertama sekali adalah kalimat syahadat kemudiandikembangkan pada penganjuran-pengajuran Hablul mina Allah dan Hablul mina nas-nya. Pada saat itu pendidikan Islam lebih dikenal Surau/langgaryang lebih mengutamakan pelajaran praktis, pemisahan mata pelajarantertentu belum ada, jadi pelajaran yang diberikan tidak sistematis.8Pada masa kerajaan sebelum datangnya bangsa Belanda pendidikanIslam di Indonesia berkembang pesat dengan berdirinya beberapa kerajaanIslam diantaranya, kerajaan Samudra Pasai, kerajaan Perlak, kerajaan AcehDarussalam, kerajaan Demak, kerajaan Mataram, kerajaan Banjarmasin, dll.Akan tetapi model pendidikannya didasarkan pada sistem kedaerahan. Padaperiode ini memang sulit untuk menentukan secara pasti kapan dan dimanaSurau atau langgar dan pesantren yang pertama berdiri. Kendati demikiandapat diketahui bahwa pada abad ke-17 M di Jawa telah terdapat pesantrenSunan Ampel di Surabaya, Sunan Giri di Gresik, Sunan Bonang di Tubandsb. Namun sebenarnya jauh sebelum itu telah ada sebuah pesantren dihutan Glagah Arum (sebelah selatan Jepara) yang didirikan oleh Raden Fatahpada tahun 1475 M.Berbeda pada babak imperialis Eropa Barat –sepengingat penulistercatat 4 Negara Eropa Barat yang mempunyai kesamaan misi (menjajah),yaitu Spayol, Portugis, Inggris, dan Belanda– kegiatan penyiaran danpelaksanaan pendidikan Islam mengalami berbagai kendala dan rintangan, karena kedatangannya di Indonesia mempunyai misi menjajah rakyat.Sehingga wajar saja apabila kedatangan bangsa Barat di kepulauan Nusantaraini menimbulkan reaksi keras dari rakyat. Karena perlakukannya yang selalumerugikan rakyat pribumi dan penerapan sistem sosial kurang sesuai denganbudaya ketimuran.Dokumentasi sejarah minim bukti yang dapat menunjukkan bahwapada masa pemerintahan kolonial Belanda membawa kemajuan teknologi keIndonesia dan memperkenalkan sistem/metode pendidikan baru. Tahun 1600Belanda masuk ke Indonesia dengan misi kolonialisme, pendidikan Islamdianaktirikan. pendidikan Islam dikategorikan sebagai sekolah liar, bahkanpemerintah telah melahirkan peraturan-peraturan yang membatasi sampaimematikan sekolah-sekolah partikuler, termasuk madrasah denganmengeluarkan peraturan yang sifatnya diskriminatif.Semenjakmenginjakkan kaki di bumi Indonesia dan menguasai nusantara pada tahun1617 Belanda sangat meresahkan kehidupan sosial masyarakat setempat.Pada zaman pemerintahan Deandels, Kebijakan VOC terhadappendidikan didasarkan pada prinsip komersial atau bisnis, penjajahberanggapan bahwa hanya sekolah-sekolah pemerintah atau staats onderwayssaja yang mendatangkan hasil bagi kepentingannya. PerbaikkanMohammedaans gods dienst onderways, yaitu pondok pesantren, langgar surau, dan masjid itu tidak perlu, karena, sekolah-sekolah itu hanyamerupakan alat meninggikan akhlaq rakyat dan sebagai sumber semangatperjuangan rakyat.
Oleh karena itu, diadakan peraturan umum tentangpersekolahan (stbl 1818 No. 4) yaitu yang mengatur tentang ketentuanketentuanpengawasan penyelenggaraan pendidikan. 13Pada tahun 1848 usaha/perusahaan VOC mengalami kemunduranyang kemudian pemerintahannya diserahkan kepada kerajaan Hindia Belanda.Selang bebarapa hari Raja Hindia Belanda mengeluarkan kebijakan No. 95tahun 1848 yang isinya memberikan kewenangan penuh terhadap GebernurJenderal untuk mendirikan Sekolah Dasar bagi boemi poetera sebagai calonpegawai negeri. Kemudian raja mengeluarkan keputusan lagi No. 25 tahun1892 tentang diberlakukannya reorganisasi kebijakan pendidikan dasar, yaitu:a. Sekolah Dasar kelas satu untuk anak-anak, para pemuda dan orang-orangterhormat Bumi putera.b. Sekolah Dasar kelas dua untuk anak-anak pribumi dan umumnya.c. Sekolah Dasar kelas satu kemudian dikembangkan untuk anak-anak orangBelanda dan anak para bangsawan dengan dibentuk HIS (HollandschInlandsche School).Pada tahun 1876 did irikan sekolah bagi gadis keturunan Belanda15 dan padatahun 1882 pemerintahan kolonial Belanda mendirikan Priesterreden(Pengadilan Agama) yang bertugas mengawasi kehidupan beragama dan pendidikan pesantren serta Sekolah Menengah atau HBS (HollandschBurgelijke School).16Akibat dari perlakuan yang negatif dari pemerintah kolonial makapendidikan Islam semakin terisolasi dari arus modernisasi. Yang berakibat:a. Pendidikan Islam yang termarginalkan membuat keadaan pendidikanIslam semakin tertutup dan selalu pada posisi ketertinggalan.b. Sikap diskriminatif pemerintah terkesan pendidikan Islam milik rakyatpinggiran atau jelata, konotasinya pendidikan ini tradisionalis danterbelakang.c. Isi pendidikan cenderung praktik ritual keagamaan dan kurangmemperhatikan ilmu pengetahuan dan teknologi.d. Mengalami kelemahan Manajemen net working sehinggaperkembangannya menjadi lamban.Jika kita melihat peraturan-peraturan tersebut baik yang dikeluarkanpemerintah Belanda selama bertahun-tahun maupun yang dibuat pemerintahRI, memang masuk akal untuk menarik kesimpulan bahwa perkembangan danpertumbuhan sistem pendidikan Islam, dan terutama sistem pesantren, cukuplamban, karena ternyata sangat terbatas. Akan tetapi, apa yang dapatdisaksikan dalam sejarah adalah pertumbuhan pendidikan pesantren yangkuatnya dan pesatnya luar biasa. Seperti yang dikatakan Zuhairini, ternyata“jiwa Islam tetap terpelihara dengan baik” di Indonesia.Pada awal abad ke 20 sering disebut periode peralihan karena banyakterjadi peralihan mulai dari kekuasaan, jabatan dan kebijakan yang berimbaskepada kehidupan ekonomi, sosial, dan politik rakyat Indonesia. Sampai pada

Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2184725-sejarah-awal-pendidikan-islam-di/#ixzz1qVBRO3GD

































Perkembangan islam di indonesia
In: ilmu
Perkembangan islam di indonesia – Agama Islam masuk ke Indonesia dimulai dari daerah pesisir pantai, kemudian diteruskan ke daerah pedalaman oleh para ulama atau penyebar ajaran Islam. Mengenai kapan Islam masuk ke Indonesia dan siapa pembawanya terdapat beberapa teori yang mendukungnya. Untuk lebih jelasnya silahkan Anda simak uraian materi berikut ini

A. Proses Masuk dan Berkembangnya Agama dan Kebudayaan Islam di indonesia
Proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia menurut Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya yang berjudul Menemukan Sejarah, terdapat 3 teori yaitu teori Gujarat, teori Makkah dan teori Persia. Ketiga teori tersebut di atas memberikan jawaban tentang permasalah waktu masuknya Islam ke Indonesia, asal negara dan tentang pelaku penyebar atau pembawa agama Islam ke Nusantara.
Untuk mengetahui lebih jauh dari teori-teori tersebut, silahkan Anda simak uraian materi berikut ini.
1. Teori Gujarat
Teori berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad 13 dan pembawanya berasal dari Gujarat (Cambay), India. Dasar dari teori ini adalah:
a. Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran Islam di Indonesia.
b. Hubungan dagang Indonesia dengan India telah lama melalui jalur Indonesia – Cambay – Timur Tengah – Eropa.
c. Adanya batu nisan Sultan Samudra Pasai yaitu Malik Al Saleh tahun 1297 yang bercorak khas Gujarat. Pendukung teori Gujarat adalah Snouck Hurgronye, WF Stutterheim dan Bernard H.M. Vlekke. Para ahli yang mendukung teori Gujarat, lebih memusatkan perhatiannya pada saat timbulnya kekuasaan politik Islam yaitu adanya kerajaan Samudra Pasai. Hal ini juga bersumber dari keterangan Marcopolo dari Venesia (Italia) yang pernah singgah di Perlak ( Perureula) tahun 1292. Ia menceritakan bahwa di Perlak sudah banyak penduduk yang memeluk Islam dan banyak pedagang Islam dari India yang menyebarkan ajaran Islam.
Demikianlah penjelasan tentang teori Gujarat. Silahkan Anda simak teori berikutnya.
2. Teori Makkah
Teori ini merupakan teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori lama yaitu teori Gujarat. Teori Makkah berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 dan pembawanya berasal dari Arab (Mesir).
Dasar teori ini adalah:
a. Pada abad ke 7 yaitu tahun 674 di pantai barat Sumatera sudah terdapat perkampungan Islam (Arab); dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah mendirikan perkampungan di Kanton sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan berita Cina.
b. Kerajaan Samudra Pasai menganut aliran mazhab Syafi’i, dimana pengaruh mazhab Syafi’i terbesar pada waktu itu adalah Mesir dan Mekkah. SedangkanGujarat/India adalah penganut mazhab Hanafi.
c. Raja-raja Samudra Pasai menggunakan gelar Al malik, yaitu gelar tersebut berasal dari Mesir. Pendukung teori Makkah ini adalah Hamka, Van Leur dan T.W. Arnold. Para ahli yang mendukung teori ini menyatakan bahwa abad 13 sudah berdiri kekuasaan politik Islam, jadi masuknya ke Indonesia terjadi jauh sebelumnya yaitu abad ke 7 dan yang berperan besar terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri. Dari penjelasan di atas, apakah Anda sudah memahami? Kalau sudah paham simak
3. Teori Persia
Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 dan pembawanya berasal dari Persia (Iran). Dasar teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya masyarakat Islam Indonesia seperti:
a. Peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husein cucu Nabi Muhammad, yang sangat di junjung oleh orang Syiah/Islam Iran. Di Sumatra Barat peringatan tersebut disebut dengan upacara Tabuik/Tabut. Sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur Syuro.
b. Kesamaan ajaran Sufi yang dianut Syaikh Siti Jennar dengan sufi dari Iran yaitu Al – Hallaj.
c. Penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tanda- tanda bunyi Harakat.
d. Ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim tahun 1419 di Gresik.
e. Adanya perkampungan Leren/Leran di Giri daerah Gresik. Leren adalah nama salah satu Pendukung teori ini yaitu Umar Amir Husen dan P.A. Hussein Jayadiningrat.
Ketiga teori tersebut, pada dasarnya masing-masing memiliki kebenaran dan kelemahannya. Maka itu berdasarkan teori tersebut dapatlah disimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai pada abad ke – 7 dan mengalami perkembangannya pada abad 13. Sebagai pemegang peranan dalam penyebaran Islam adalah bangsa Arab, bangsa Persia dan Gujarat (India). Demikianlah uraian materi tentang proses masuknya Islam ke Indonesia.
Proses masuk dan berkembangnya Islam ke Indonesia pada dasarnya dilakukan dengan jalan damai melalui beberapa jalur/saluran yaitu melalui perdagangan seperti yang dilakukan oleh pedagang Arab, Persia dan Gujarat. Pedagang tersebut berinteraksi/bergaul dengan masyarakat Indonesia. Pada kesempatan tersebut dipergunakan untuk menyebarkan ajaran Islam. Selanjutnya diantara pedagang tersebut ada yang terus menetap, atau mendirikan perkampungan, seperti pedagang Gujarat mendirikan perkampungan Pekojan. Dengan adanya perkampungan pedagang, maka interaksi semakin sering bahkan
ada yang sampai menikah dengan wanita Indonesia, sehingga proses penyebaran Islam semakin cepat berkembang.
Perkembangan Islam yang cepat menyebabkan muncul tokoh ulama atau mubaliqh yang menyebarkan Islam melalui pendidikan dengan mendirikan pondok-pondok pesantren.
Pondok pesantren adalah tempat para pemuda dari berbagai daerah dan kalangan masyarakat menimba ilmu agama Islam. Setelah tammat dari pondok tersebut, maka para pemuda menjadi juru dakwah untuk menyebarkan Islam di daerahnya masing- masing. Di samping penyebaran Islam melalui saluran yang telah dijelaskan di atas, Islam
juga disebarkan melalui kesenian, misalnya melalui pertunjukkan seni gamelan ataupun wayang kulit. Dengan demikian Islam semakin cepat berkembang dan mudah diterima oleh rakyat Indonesia.
Proses penyebaran Islam di Indonesia atau proses Islamisasi tidak terlepas dari peranan para pedagang, mubaliqh/ulama, raja, bangsawan atau para adipati. Di pulau Jawa, peranan mubaliqh dan ulama tergabung dalam kelompok para wali yang dikenal dengan sebutan Walisongo atau wali sembilan yang terdiri dari:
1. Maulana Malik Ibrahim dikenal dengan nama Syeikh Maghribi menyebarkan Islam di Jawa Timur.
2. Sunan Ampel dengan nama asli Raden Rahmat menyebarkan Islam di daerah Ampel Surabaya.
3. Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel memiliki nama asli Maulana Makdum Ibrahim, menyebarkan Islam di Bonang (Tuban).
4. Sunan Drajat juga putra dari Sunan Ampel nama aslinya adalah Syarifuddin, menyebarkan Islam di daerah Gresik/Sedayu.
5. Sunan Giri nama aslinya Raden Paku menyebarkan Islam di daerah Bukit Giri (Gresik)
6. Sunan Kudus nama aslinya Syeikh Ja’far Shodik menyebarkan ajaran Islam di daerah Kudus.
7. Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Mas Syahid atau R. Setya menyebarkan ajaran Islam di daerah Demak.
8. Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Umar Syaid menyebarkan islamnya di daerah Gunung Muria.
9. Sunan Gunung Jati nama aslinya Syarif Hidayatullah, menyebarkan Islam di Jawa Barat (Cirebon)
Demikian sembilan wali yang sangat terkenal di pulau Jawa, Masyarakat Jawa sebagian memandang para wali memiliki kesempurnaan hidup dan selalu dekat dengan Allah, sehingga dikenal dengan sebutan Waliullah yang artinya orang yang dikasihi Allah
Tagged As:
perkembangan islam di indonesia - sejarah perkembangan islam di indonesia - perkembangan islam - perkembangan islam di nusantara - sejarah perkembangan islam - islam di indonesia - perkembangan agama islam di indonesia - sejarah perkembangan islam di nusantara - penyebaran islam di indonesia - sejarah masuknya islam di indonesia -
Related posts:
Sejarah perkembangan komputer
Membuat email yahoo indonesia
Tags: indonesia, islam, perkembangan

sumber;; http://www.membuatblog.web.id/2010/02/perkembangan-islam-di-indonesia.html

3 komentar:

 

Blogger news

http://www.search-document.com/ppt/1/pelajaran-hadits-mts.html http://www.odrivers.com/2011/12/toshiba-nb505-n508bn-windows-7-32-bit.html

Blog Archive