PENDIDIKAN PADA MASA AWAL MASUKNYA ISLAM
DI INDONESIA
Pada tahap awal pendidikan islam itu
berlangsung secara informal. Para Muballigh banyak membeerikan contoh teladan
dalam sikap hidup mereka sehari-hari. Para Muballigh itu menunjukan akhlaqul
karimah,sehingga masyarakat yang didatangi menjadi tertarik untuk memeluk agama
islam dan mencontoh perilaku mereka.
Didalam sejarah islam sejak zaman Nabi
Muhammad SAW,telah difungsikan rumah ibadah tersebut sebagai tempat pendidikan
.Rasul SAW menjadikan Masjid Nabawi untuk berlangsungnya proses pendidikan di
dalamnya.perbuatan Beliau ini ditiru oleh khalifah-khalifah sesudah beliau,baik
hanya Khulafaur Rasyidin maupun khalifah-khalifah Bani
Umayah.Abasyiyah,Fatimiyah,Usmaniyah dan lain sebagainya.Dengan demikian Masjid
berfungsi sebagai tempat pendidikan adalah merupakan suatu keharusan dikalangan
masyarakat muslim.
Tentu saja setelah terbentuknya
masyarakat muslim pada daerah tertentu di Indonesia,dapat dipastikan bahwa
mereka membangun masjid,dan dengan adanya masjid tersebut dapat pula dipastikan
bahwa mereka menggunakannya untuk melaksanakan proses pendidikan islam
didalamnya,dan sejak saat itu pula lah mulai berlangsungnya pendidikan non
formal.
Selain dari proses diatas yakni dimulai
dari terbentuknya pribadi-pribadi muslim kemudian dari kumpulan pribadi-pribadi
trsebut membentuk masyarakat muslim dan dari situ munculnya kerajaan islam,
tetapi juga bisa terjadi para Muballigh terlebih dahulu mengislamkan penguasa
setempat, dan dengan demikian masyarkat atau rakyatnya memeluk Agama Islam
seperti yang terjadi pada beberapa kerjaaan,yaitu Kerajaan Malaka,dan beberapa
kerajaan lainnya. Dengan demikian,terbentuk pula lah secara otomatis masyarakat
muslim[1] .
Ada beberapa lembaga pendidikan Islam
awal yang muncul di Indonesia yaitu:
1. Masjid dan Langgar
Masjid fungsi utamanya adalah untuk
tempat shalat yang lima waktu ditambah dengan sekali seminggu dilaksanakan
shalat jum’at dan dua kali setahun dilaksanakan shalat Hari Raya Idul fitri dan
Idul Adha. Selain dari masjid ada juga tempat ibadah yang disebut langgar, bentuknya
lebih kecil dari masjid dan digunakan hanya untuk tempat shalat lima waktu,
bukan untuk tempat shalat jum’at.
Selain dari fungsi utama masjid dan
langgar difungsikan juga untuk tempat pendidikan. Ditempat ini dilakukan
pendidikan buat orang dewasa maupun anak-anak. Pengajian yang dilakukan untuk
orang dewasa adalah pengajian penyampaian-penyampaian ajaran islam oleh
Muballigh ( Ustadz,Guru,Kyai )
Kepada para jamaaah dalam bidang yang
berkenaan dengan aqidah,ibadah dan akhlak.
Sedangkan pengajian untuk anak-anak
berpusat kepada pengajian Al-Qur’an menitik beratkan kepada kemampuan
membacanya dengan baik sesuai dengan kaedah-kaedah bacaan dan juga diberi
pendidikan keimanan ibadah dan akhlak[2] .
Al-Abdi dalam bukunya “Almadlehal”
menyatakan bahwa masjid merupakan tempat terbaik untuk melakukan kegiatan
pendidikan. Dengan menjadikan lembaga pendidikan dalam masjid akan terlihat
hidupnya sunah-sunah islam, menghilangkan bid’ah-bid’ah, mengembangkan
hokum-hukum tuhan, serta menghilangnya stratifikasi rasa dan status ekonomi
dalam pendidikan. Maka dengan demikian masjid sudah merupakan lembaga kedua
setelah keluarga, yang jenjang pendidikannya terdiri dari sekolah menengah dan
sekolah tinggi dalam waktu yang sama.
Memang masjid atau langgar merupakan
institusi pendidikan yang pertama dibentuk dalam lingkungan masyarakat muslim.
Pada dasarnya masjid atau langgar mempunyai fungsi yang tidak terlepas dari
kehidupan keluarga. Sebagai lembaga pendidikan,berfungsi sebagai penyempurna
pendidikan dalam keluarga,agar selanjutnya anak mampu melaksanakan tugas-tugas
hidup dalam masyarakat dan lingkungannya. Pada mulanya pendidikan di langgar
atau masjid, dalam arti sederhana dapat dikatakan sebagai lembaga pendidikan
formal, dan sekaligus lembaga pendidikan sosial[3] .
2. Pesantren
Ditinjau dari segi sejarah, belum
ditemukan data sejarah, kapan pertama sekali berdirinya pesantren, ada pendapat
mengatakan bahwa pesantren telah tumbuh sejak awal masuknya islam ke Indonesia,
sementara yang lain berpendapat bahwa pesantren baru muncul pada masa Wali
Sanga dan Maulana Malik Ibrahim dipandang sebagai orang yang pertama mendirikan
pesantren[4] .
Pesantren sendiri menurut pengertian
dasarnya adalah tempat belajar santri. Sedangkan pondok berarti rumah atau
tempat tinggal sederhana yang terbuat dari bamboo. Disamping itu kata pondok
mungkin juga berasal dari bahasa arab yaitu funduq yang berarti hotel atau
asrama.
Pembangunan suatu pesantren didorong
oleh kebutuhan masyarakat akan adanya lembaga pendidikan lanjutan. Namun
demikian faktor guru yang memenuhi persyaratan keilmuan yang diperlukan akan
sangat menentukan bagi tumbuhnya suatu pesantren. Pada umumnya berdirinya suatu
pesantren diawali dari pengakuan masyarakat akan keunggulan dan ketinggian ilmu
seorang guru atau kyai. Karena keinginan menuntut dan memproleh ilmu dari guru
tersebut, maka masyarakat sekitar, bahkan dari luar daerah dating kepadanya
untuk belajar.
Kelangsungan hidup suatu pesantren amat
tergantung kepada daya tarik tokoh sentral ( guru/kyai ) yang memimpin,meneruskan
atau mewarisinya. Jika pewaris menguasai sepenuhnya baik pengetahuan keagamaan,
wibawa, keterampilan mengajar dan kekayaan lainnya yang diperlukan, maka umur
pesantren tersebut akan lama bertahan. Sebaliknya pesantren akan menjadi mundur
dan hilang, jika pewaris atau keturunan kyai yang mewarisinya tidak memenuhi
persyaratan. Jadi seorang figur pesantren memang sangat menentukan dan
benar-benar diperlukan[5] .
Apabila ditelusuri sejarah pendidikan di
jawa, sebelum datangnya agama islam telah ada lembaga pendidikan jawa kuno yang
praktik kependidikannya sama dengan dengan pesantren. Lembaga pendidikan jawa
kuno itu bernama “Pawiyatan”, dilembaga tersebut tinggal Ki Ajar dengan
Cantrik. Ki Ajar adalah orang yang mengajar dan Cantrik adalah orang yang diajar.
Kedua kelompok ini tinggal disatu komplek dan disinilah terjadi proses belajar
mengajar.
Dengan menganalogikan pendidikan
pawiyatan ini dengan pesantren, sebetulnya tidak terlalu sulit untuk menetapkan
bahwa pesantren itu telah tumbuh sejak awal perkembangan islam di Indonesia
khususnya di jawa. Sebab model pendidika pesantren itu telah ada sebelum islam
masuk yaitu pawiyatan. Dengan masuknya islam, maka sekaligus diperlukan sarana
pendidikan, tentu saja model pawiyatan ini dijadikan acuan dengan mengubah
sistem yang ada ke sistem pendidikan islam.
Inti dari pesantren itu adalah
pendidikan ilmu agama, dan sikap beragama. Karenanya mata pelajaran yang
diajarkan semata-mata pelajaran agama. Pada tingkat dasar anak didik baru
diperkenalkan tentang dasar agama dan Al-Qur’anul Kariim. Setelah berlangsung
beberapa lama pada saat anak didik telah memiliki kecerdasan tertentu maka
mulailah diajarkan kitab-kitab klasik. Kitab-kitab klasik ini juga di
klasifikasikan kepada tingkat dasar,menengah dan tinggi. Mahmud Yunus membagi
pesantren menjadi empat tingkatan, yaitu :
a. Tingkat dasar.
b. Menengah
c. Tinggi.
d. Takhassus.
Setelah datang kaum penjajah barat
(Belanda), peranan pesantren sebagai lembaga pendidikan islam semakin kokoh.
Pesantren merupakan lembaga pendidikan islam yang reaksional terhadap penjajah.
Karena itu, di zaman Belanda sangat kontras sekali pendidikan di pesantren
dengan pendidikan sekolah-sekolah umum. Pesantren semata-mata mengajarkan
ilmu-ilmu agama. Sistim pendidikan pesantren baik metode, sarana fasilitas
serta yang lainnya masih bersifat tradisional. Administrasi pendidikannya belum
seperti sekolah umum yang dikelola oleh pemerintah colonial Belanda, non
klasikal, meodenya sorogan, wetonan hapalan. Menurut Zamaksyari Dhofier agama
lewat kitab-kitab klasik, sedangkan sekolah umum Belanda sama sekali tidak
mengajarkan pendidikan ada lima unsure pokok pesantren :
Kyai.
Santri.
Masjid.
Pondok.
Pengajaran kitab-kitab klasik.
Dalam perkembangan berikutnya pensantren
mengalami dinamika, kemampuan dan kesediaan pesantren untuk mengadopsi
nilai-nilai baru akibat modernisasi, menjadikan pesantren berkembang dari yang
tradisional ke modern. Karena itu hinga saat sekarang pesantren tersebut di
bagi menjadi dua secara garis besar: - Pesantren Salafi, adalah pesantren yang
masih terkait dengan system dan pola yang lama, - Pesantren Khalafi, adalah
pesantren yang telah menerima unsure-unsur pembaharuan[6] .
3. Meunasah, rangkang dan dayah.
Secara etimologi meunasah berasal dari
perkataan madrasah, tempat belajar atau sekolah. Bagi masyarkat Aceh meunasah
tidak hanya semata-mata tempat belajar, bagi mereka meunasah memiliki
multifungsi. Meunasah di samping tempat belajar, juga berfungsi tempa ibadah,
tempat pertemuan, musyawarah, pusat informasi, tempat tidur, dann tempat
menginap bagi musyafir, tempat perayaan kenduri masal dalam kampung, seperti
maulid nabi SAW, nuzulul Qur’an, dan Isra’ mi’raj dan juga sebagai tempat
pejabat-pejabat gampong memutuskan dan memecahkan masalah-masalah social
kemasyarakatan.
Di tinjau dari segi pendidikan, meunasah
adalah lembaga pendidikan awal bagi anak-anak yang dapat disamakan dengan
tingkatan sekolah dasar. Di meunasah para murid di ajar menulis, membaca huruf
Arab, ilmu agama, dan akhlaq.
Meunasah dipimpin oleh seorang tengku,
yang di Aceh besar disebut tengku meunasah. Tengku meunasah bertugas untuk
membina agama di suatu tempet-tempat tertentu. Adapun rangkang adalah tempat
tinggal murid, yang dibangun di sekitar masjid. Menurut Qanun Meukuta Alam,
dalam tiap-tiap kampung harus ada satu meunasah. Masjid berfungsi sebagai
tempat berbagai kegiatan umat, termasuk didalamnya kegiatan pendidikan. Karena
murid perlu mondok dan tinggal, maka perlu di bangun tempat tinggal mereka
disekitar masjid, tempat tinggal murid disekitar ini inilah yang disebut dengan
rangkang. Pendidikan di rangkang ini terpusat kepada pendidikan agama, disini
telah diajarkan kitab-kitab yang berbahasa arab, tingkat pendidikan ini jika dibandingkan
dengan sekolah saat sekarang adalah SLTP. System pendidikan di rangkang ini
sama dengan pendidikan di pesantren. Di rangkang juga ada yang namanya tengku
rangkang, yang bertugas untuk menjadi guru bantu yang membimbing sisiwa yang
tinggal di rangkang.
Lembaga pendidikan berikutnya yang
popular di Aceh adalah Dayah . dayah berasal dari bahasa arab Zawiyah. Kata
Zawiyah pada mulanya merujuk kepda sudut dari satu bangunan,dan sering
dikaitkan dengan masjid. Disudut masjid itu terdapat proses pendidikan antara
si pendidik dengan si terdidik. Selanjutnya Zawiyah dikaitkan tarekat-tarekat
sufi,dimana seorang syeikh atau mursyid melakukan kegitan pendidikan kaum sufi.
Dengan demikian, kata dayah yang berasal
dari kata Zawiyah disamping memiliki hubungan kebahasaan yakni berubahnya kata
Zawiyah menjadi dayah menurut dialek Aceh, juga mempunyai hubungan fungsional,
yakni sama-sama merujuk kepada tempat pendidikan.
Hasjmy menjelaskan tentang dayah adalah
sebuah lembaga pendidikan yang mengajarkan mata pelajaran agama yang bersumber
dari bahasa arab, misalnya fiqih,bahasa arab,tauhid tasawuf dan lan
sebagainya.tingkat pendidikan ini setara dengan SLTA[7] .
Pada Abad ke-18, surau dan dayah sudah
mapan eksistensinya. Melalui lembaga-lembaga tersebut islam telah mengakar kuat
di Nusantara. Akan tetapi, keberadaan lembaga-lembaga ini mulai terancam bahaya
kolonialisme yang menawarkan westerenisasi, modernisasi, sekaligus kolonialisme
sehingga ditantang kemampuannya untuk dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman.
Besarnya tantangan itu telah mampu menghapuskan beberapa lembaga pendidikan
tradisional dari pentas sejarah[8] .
4. Surau
Dalam kamus bahasa Indonesia,surau
diartikan tempat umat Islam melakukan ibadah. Pengertian ini apabila dirinci
mempunyai arti bahwa surau berarti suatu tempat bangunan kecil untuk tempat
shalat,tempat belajar mengaji anak-anak,tempat wirid bagi orang dewasa.
Christine Dobbin memberikan pengertian
bahwa surau adalah rumah yang didiami para pemuda setelah akil balligh,terpisah
dari rumah keluarganya yang menjadi tempat tinggal wanita dan anak-anak.
Perkataan surau menyebar luas di
Indonesia dan Malaysia, yang dalam kehidupan keseharian adalah suatu bangunan
kecil yang penggunaaan utamanya untuk shalat berjamaah bagi masyarakat sekitar.
Di Sumatera barat pengertian surau tidak
hanya berfungsi kepda beberapa fungsi yang disebutkan diatas,tetapi lebih luas
dari itu lagi. Surau bagi masyarakat minangkabau tidak hanya mempunyai fungsi
pendidikan dan ibadah, tetapi lainnya juga mempunyai fungsi budaya.
Surau berfungsi sebagai lembaga sosial
buadaya,adalah fungsinya sebagai tempat pertemuan para pemuda dalam upaya
mensosialisasikan diri mereka. Selain dari itu surau juga berfungsi sebagai
tempat persinggahan dan peristirahatan para musafir yang sedang menempuh
perjalanan. Dengan demikian surau mempunyai multifungsi[9] .
Didalam referensi lain dijelaskan pula
oleh Azyumardi Azra’ bahwa surau juga menjadi tempat persinggahan bagi musafir
dan sebagainya yang sedang melalui suatu desa.
Dengan masuknya islam, surau juga
mengalami proses islamisasi. Fungsinya sebagai tempat penginapan anak-anak
bujang tidak berubah, tetapi fungsinya diperluas seperti fungsi masjid, yaitu
sebagai tempat belajar membaca Al-Qur’an dan dasar-dasar agama dan tempat ibadah[10]
.
Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia
22
JUL
A. Periode Masuknya Islam ke Indonesia
Pendidikan Islam di Indonesia sudah
berlangsung sejak masuknya Islam di Indonesia. Agama islam datang ke Indonesia
dibawa oleh pedagang-pedagang dari Gujarat, disiarkan secara damai tanpa
paksaan, kekerasan atau perang. Dalam penyiaran islam pada tahun-tahun
permulaan dilakukan oleh pemuka masyarakat yang dikenal dengan sebutan para
wali.Parawali inilah yang berjasa mengembangkan agama islam, terutama di pulau
Jawa yang dikenal dengan sebutan wali songo.
Kegiatan pendidikan Islam tersebut
merupakan pengalaman dan pengetahuan yang penting bagi kelangsungan
perkembangan Islam dan umat Islam, baik secara kuantitas maupun kualitas.
Pendidikan Islam itu bahkan menjadi tolak ukur, bagaimana Islam dan umatnya
telah memainkan perananya dalam berbagai aspek sosial, politik, budaya.
Pada tahap awal pendidikan islam dimulai
dari kontak-kontak mubaligh (pendidik) dengan peserta didiknya. Setelah
komunitas muslim terbentuk di suatu daerah tersebut tentu mereka membangun
tempat peribadatan dalam hal ini disebut masjid. Masjid merupakan lembaga
pendidikan Islam yang pertama muncul disamping tempat kediaman ulama dan
mubaligh. Setelah itu muncullah lembaga-lembaga pendidikan lainnya seperti
pesantren, dayah, ataupun surau. Nama-nama tersebut walaupun berbeda tetapi
hakikatnya sama yakni sebagai tempat menuntut ilmu pengetahuan keagamaan.
Perbedaan nama itu adalah dipengaruhi oleh perbedaan tempat.
Inti dari pendidikan pada masa awal
tersebut adalah ilmu-ilmu keagamaan yang dikonsentrasikan dengan membaca
kitab-kitab klasik. Kitab-kitab klasik menjadi
ukuran bagi tinggi rendahnya ilmu keagamaan seseorang.[1]
Sejarah Pendidikan Islam dimulai sejak
agama Islam masuk ke Indonesia yang oleh sebagian ahli sejarah mengatakan bahwa
awal mula masuknya di pulau Suamtera bagian utara di daerah Aceh. Artinya,
sejarah pendidikan Islam sama tuanya dengan masuknya agama Islam keIndonesia.
Hal ini disebabkan karena pemeluk agama baru tersebut sudah tentu ingin
mempelajari dan mengetahui lebih dalam tentang ajaran-ajaran Islam. Ingin pandai
sholat, berdoa dan membaca al-Quran yang menyebabkan timbulnya proses belajar,
meskipun dalam pengertian yang amat sederhana.
Dari sinilah mulai timbul pendidikan
Islam, dimana pada mulanya mereka belajar di rumah-rumah, langgar/surau, masjid
kemudian berkembang menjadi pondok pesantren. Setelah itu baru timbul sistem
madrasah yang teratur sebagaimana yang kita kenal sekarang ini.
Kendatipun pendidikan Islam dimulai
sejak pertama Islam itu sendiri menancapkan dirinya di kepulauan nusantara,
namun secara pasti tidak dapat diketahui bagaimana cara pendidikan pada masa
permulaan Islam di Indonesia, seperti tentang buku yang dipakai, pengelolanya
dan sistemnya. Yang dapat dipastikan hanyalah pendidikan Islam pada waktu itu
telah ada, tetapi dalam bentuk yang sangat sederhana.
B.
Periode Pengembangan Melalui Proses Adaptasi
Pada tahap awal pendidikan islam,
pendidikan berlangsung secara informal. Disinilah para Muballigh banyak
berperan, yaitu dengan memberikan contoh
teladan dalam sikap hidup mereka sehari-hari. Para Muballigh itu menunjukan
akhlaqul karimah, sehingga masyarakat yang menjadi tertarik untuk memeluk agama
islam dan mencontoh perilaku mereka.
Didalam sejarah islam, sejak zaman Nabi
Muhammad SAW, rumah-rumah ibadah
difungsikan sebagai tempat pendidikan. Dengan demikian, masjid berfungsi
sebagai tempat pendidikan adalah merupakan suatu keharusan di kalangan
masyarakat muslim.
Adanya masjid tersebut dapat pula
dipastikan bahwa mereka menggunakannya untuk melaksanakan proses pendidikan
islam, dan sejak saat itu pula mulai berlangsungnya pendidikan non formal.
Selain itu, penyebaran Islam juga
dilakukan melalui hubungan perdagangan di luar Nusantara hal ini, karena para
penyebar dakwah atau mubaligh merupakan utusan dari pemerintahan Islam yang
datang dari luar Indonesia , maka untuk menghidupi diri dan keluarga mereka,
para mubaligh ini bekerja melalui cara
berdagang, para mubaligh inipun menyebarkan Islam kepada para pedagang dari penduduk asli, hingga para pedagang ini
memeluk Islam dan meyebarkan pula ke penduduk lainnya, karena umumnya pedagang
dan ahli kerajaanlah yang pertama mengadopsi agama baru tersebut[2]. Dan dengan
demikian masyarkat atau rakyatnya memeluk agama Islam seperti yang terjadi pada
beberapa kerjaaan, yaitu Kerajaan Samudra pasai, Perlak, Aceh Darussalam, dan
Maluku, dan beberapa kerajaan lainnya.
C.
Periode Kerajaan Islam
1.
Zaman Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Islam pertama di Indonesia
adalah kerajaan Samudra Pasai, yang didirikan pada abad ke-10 M dengan raja
pertamanya Malik Ibrahim bin Mahdum. Yang kedua bernama Al-Malik Al-Shaleh dan
yang terakhir bernama Al-Malik Sabar Syah (tahun 1444 M/ abad ke-15 H).
Pada tahun 1345, Ibnu Batutah dari
Maroko sempat singgah di Kerajaan Pasai pada zaman pemerintahan Malik Az-Zahir,
raja yang terkenal alim dalam ilmu agama dan bermazhab Syafi’i, mengadakan
pengajian sampai waktu sholat Ashar dan fasih berbahasa Arab serta
mempraktekkan pola hidup yang sederhana.[3]
Keterangan Ibnu Batutah tersebut dapat
ditarik kesimpulan pendidikan yang berlaku di zaman kerajaan Pasai sebagai
berikut:
Materi pendidikan dan pengajaran agama
bidang syari’at adalah Fiqh mazhab Syafi’i
Sistem pendidikannya secara informal
berupa majlis ta’lim dan halaqoh
Tokoh pemerintahan merangkap tokoh agama
Biaya pendidikan bersumber dari
negara.[4]
Pada zaman kerajaan Samudra Pasai
mencapai kejayaannya pada abad ke-14 M, maka pendidikan juga tentu mendapat
tempat tersendiri. Mengutip keterangan Tome Pires, yang menyatakan bahwa “di
Samudra Pasai banyak terdapat kota, dimana antar warga kota tersebut terdapat
orang-orang berpendidikan”.
Menurut Ibnu Batutah, Pasai pada abad
ke-14 M, sudah merupakan pusat studi Islam di Asia Tenggara, dan banyak
berkumpul ulama-ulama dari negara-negara Islam. Ibnu Batutah menyatakan bahwa
Sultan Malikul Zahir adalah orang yang cinta kepada para ulama dan ilmu
pengetahuan. Bila hari jum’at tiba, Sultan sembahyang di Masjid menggunakan
pakaian ulama, setelah sembahyang mengadakan diskusi dengan para alim
pengetahuan agama, antara lain: Amir Abdullah dari Delhi, dan Tajudin dari
Ispahan. Bentuk pendidikan dengan cara diskusi disebut Majlis Ta’lim atau halaqoh.
Sistem halaqoh yaitu para murid mengambil posisi melingkari guru. Guru duduk di
tengah-tengah lingkaran murid dengan posisi seluruh wajah murid menghadap
guru.[5]
2.
Kerajaan Perlak
Kerajaan Islam kedua di Indonesia adalah
Perlak di Aceh. Didirikan pada 1 Muharram 225 H atau 12 November 839 M[6].
Rajanya yang pertama Sultan Alaudin (tahun 1161-1186 H/abad 12 M). Antara Pasai
dan Perlak terjalin kerja sama yang baik sehingga seorang Raja Pasai menikah
dengan Putri Raja Perlak. Perlak merupakan daerah yang terletak sangat
strategis di Pantai Selat Malaka, dan bebas dari pengaruh Hindu.
Kerajaan Islam Perlak juga memiliki
pusat pendidikan Islam Dayah Cot Kala. Dayah disamakan dengan Perguruan Tinggi,
materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab, tauhid, tasawuf, akhlak, ilmu bumi,
ilmu bahasa dan sastra Arab, sejarah dan tata negara, mantiq, ilmu falaq dan
filsafat. Daerahnya kira-kira dekat Aceh Timur sekarang. Pendirinya adalah
ulama Pangeran Teungku Chik M.Amin, pada akhir abad ke-3 H, abad 10 M. Inilah
pusat pendidikan pertama.
Rajanya yang ke enam bernama Sultan
Mahdum Alaudin Muhammad Amin yang memerintah antara tahun 1243-1267 M, terkenal
sebagai seorang Sultan yang arif bijaksana lagi alim. Beliau adalah seorang
ulama yang mendirikan Perguruan Tinggi Islam yaitu suatu Majlis Taklim tinggi
dihadiri khusus oleh para murid yang sudah alim. Lembaga tersebut juga
mengajarkan dan membacakan kitab-kitab agama yang berbobot pengetahuan tinggi,
misalnya kitab Al-Umm karangan Imam Syafi’i.Dengan demikian pada kerajaan
Perlak ini proses pendidikan Islam telah berjalan cukup baik.
3.
Kerajaan Aceh Darussalam
Proklamasi kerajaan Aceh Darussalam
adalah hasil peleburan kerajaan Islam Aceh di belahan Barat dan Kerajaan Islam
Samudra Pasai di belahan Timur. Putra Sultan Abidin Syamsu Syah diangkat
menjadi Raja dengan Sultan Alaudin Ali Mughayat Syah (1507-1522 M).
Bentuk teritorial yang terkecil dari
susunan pemerintahan Kerajaan Aceh adalah Gampong (Kampung), yang dikepalai
oleh seorang Keucik dan Waki (wakil). Gampong-gampong yang letaknya berdekatan
dan yang penduduknya melakukan ibadah bersama pada hari jum’at di sebuah masjid
merupakan suatu kekuasaan wilayah yang disebut mukim, yang memegang peranan
pimpinan mukim disebut Imeum mukim. Jenjang pendidikan yang ada di Kerajaan
Aceh Darussalam diawali pendidikan terendah Meunasah (Madrasah). Yang berarti
tempat belajar atau sekolah, terdapat di setiap gampong dan mempunyai multi
fungsi antara lain:
Sebagai tempat belajar Al-Qur’an
Sebagai Sekolah Dasar, dengan materi
yang diajarkan yaitu menulis dan membaca huruf Arab, Ilmu agama, bahasa Melayu,
akhlak dan sejarah Islam.
Fungsi lainnya adalah sebagai berikut:
Sebagai tempat ibadah sholat 5 waktu
untuk kampung itu.
Sebagai tempat sholat tarawih dan tempat
membaca Al-Qur’an di bulan puasa.
Tempat kenduri Maulud pada bulan Maulud.
Tempat menyerahkan zakat fitrah pada
hari menjelang Idhul Fitri atau bulan puasa
Tempat mengadakan perdamaian bila
terjadi sengketa antara anggota kampung.
Tempat bermusyawarah dalam segala urusan
Letak meunasah harus berbeda dengan
letak rumah, supaya orang segera dapat mengetahui mana yang rumah atau meunasah
dan mengetahui arah kiblat sholat.
Selanjutnya sistem pendidikan di Dayah
(Pesantren) seperti di Meunasah tetapi materi yang diajarkan adalah kitab
Nahwu, yang diartikan kitab yang dalam Bahasa Arab, meskipun arti Nahwu sendiri
adalah tata bahasa (Arab).
Dayah biasanya dekat masjid, meskipun
ada juga di dekat Teungku yang memiliki dayah itu sendiri, terutama dayah yang
tingkat pelajarannya sudah tinggi. Oleh karena itu orang yang ingin belajar
nahwu itu tidak dapat belajar sambilan, untuk itu mereka harus memilih dayah
yang agak jauh sedikit dari kampungnya dan tinggal di dayah tersebut yang
disebut Meudagang. Di dayah telah disediakan pondok-pondok kecil memuat dua
orang tiap rumah.
Dalam buku karangan Hasbullah, Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia, istilah Rangkang merupakan madrasah setingkat
Tsanawiyah, materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab, ilmu bumi, sejarah,
berhitung, dan akhlak. Rangkang juga diselenggarakan disetiap mukim.
Bidang pendidikan di kerajaan Aceh
Darussalam benar-benar menjadi perhatian. Pada saat itu terdapat
lembaga-lembaga negara yang bertugas dalam bidang pendidikan dan ilmu
pengetahuan yaitu:
Balai Seutia Hukama, merupakan lembaga
ilmu pengetahuan, tempat berkumpulnya para ulama, ahli pikir dan cendikiawan
untuk membahas dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
Balai Seutia Ulama, merupakan jawatan
pendidikan yang bertugas mengurus masalah-masalah pendidikan dan pengajaran.
Balai Jama’ah Himpunan Ulama, merupakan
kelompok studi tempat para ulama dan sarjana berkumpul untuk bertukar fikiran
membahas persoalan pendidikan dan ilmu pendidikannya.
Aceh pada saat itu merupakan sumber ilmu
pengetahuan dengan sarjana-sarjananya yang terkenal di dalam dan luar negeri.
Sehingga banyak orang luar datang ke Aceh untuk menuntut ilmu, bahkan ibukota
Aceh Darussalam berkembang menjadi kota Internasional dan menjadi pusat
pengembangan ilmu pengetahuan.
Kerajaan Aceh telah menjalin suatu
hubungan persahabatan dengan kerajaan Islam terkemuka di Timur Tengah yaitu
kerajaan Turki. Pada masa itu banyak pula ulama dan pujangga-pujangga dari
berbagai negeri Islam yang datang ke Aceh. Para ulama dan pujangga ini
mengajarkan ilmu agama Islam (Theologi Islam) dan berbagai ilmu pengetahuan
serta menulis bermacam-macam kitab berisi ajaran agama. Karenanya pengajaran
agama Islam di Aceh menjadi penting dan Aceh menjadi kerajaan Islam yang kuat
di Nusantara. Diantara para ulama dan pujangga yang pernah datang ke kerajaan
Aceh antara lain Muhammad Azhari yang mengajar ilmu Metafisika, Syekh Abdul
Khair Ibn Syekh Hajar ahli dalam bidang pogmatic dan mistik, Muhammad Yamani
ahli dalam bidang ilmu usul fiqh dan Syekh Muhammad Jailani Ibn Hasan yang
mengajar logika.
Tokoh pendidikan agama Islam lainnya
yang berada di kerajaan Aceh adalah Hamzah Fansuri. Ia merupakan seorang
pujangga dan guru agama yang terkenal dengan ajaran tasawuf yang beraliran
wujudiyah. Diantara karya-karya Hamzah Fansuri adalah Asrar Al-Aufin, Syarab
Al-Asyikin, dan Zuiat Al-Nuwahidin. Sebagai seorang pujangga ia menghasilkan
karya-karya, Syair si burung pungguk, syair perahu.
Ulama penting lainnnya adalah Syamsuddin
As-Samathrani atau lebih dikenal dengan Syamsuddin Pasai. Ia adalah murid dari
Hamzah Fansuri yang mengembangkan paham wujudiyah di Aceh. Kitab yang ditulis,
Mir’atul al Qulub, Miratul Mukmin dan lainnya.
Ulama dan pujangga lain yang pernah
datang ke kerajaan Aceh ialah Syekh Nuruddin Ar-Raniri. Ia menentang paham
wujudiyah dan menulis banyak kitab mengenai agama Islam dalam bahasa Arab
maupun Melayu klasik. Kitab yang terbesar dan tertinggi mutu dalam kesusastraan
Melayu klasik dan berisi tentang sejarah kerajaan Aceh adalah kitab Bustanul
Salatin.
Pada masa kejayaan kerajaan Aceh, yaitu masa Sultan Iskandar
Muda (1607-1636) oleh Sultannya banyak didirikan masjid sebagai tempat
beribadah umat Islam, salah satu masjid yang terkenal Masjid Baitul Rahman,
yang juga dijadikan sebagai Perguruan Tinggi dan mempunyai 17 daars (fakultas).
Dengan melihat banyak para ulama dan
pujangga yang datang ke Aceh, serta adanya Perguruan Tinggi, maka dapat
dipastikan bahwa kerajaan Aceh menjadi pusat studi Islam. Karena faktor agama
Islam merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat
Aceh pada periode berikutnya. Menurut B.J. Boland, bahwa seorang Aceh adalah
seorang Islam.
1.
Kerajaan Islam di Maluku.
Islam masuk di Maluku dibawa oleh
muballigh dari Jawa sejak zaman Sunan Giri dan dari Malaka. Raja Maluku yang
pertama masuk Islam adalah Sultan Ternate bernama Marhum pada tahun 1465-1486
M, atas pengaruh Maulana Husain, saudagar dari Jawa. Raja Maluku yang terkenal
di bidang pendidikan dan dakwah islam ialah Sultan Zainul Abidin, tahun 1486-1500
M. Dakwah Islam di Maluku menghadapi dua tantangan, yaitu yang datang dari
orang-orang yang masih animis dan dari orang Portugis yang mengkristenkan
penduduk Maluku. Sultan Sairun adalah tokoh yang paling keras melawan orang
Portugis dan usaha Kristenisasi di Maluku ialah Fransiscus Zaverius tahun 1546
M. ia berhasil mengkhatolikkan sebagian dari penduduk Maluku.
Ketika bangsa Belanda yang beragama
Kristen Protestan datang di Indonesia, mulai pula usaha memprotestankan
penduduk Indonesia pada awal abad 17 M (tahun 1600 M)
Dua golongan Nasrani itu dapat bersatu
di Indonesia, hanya untuk menghadapi Islam. Sedangkan di Eropa, pada zaman itu,
terjadi peperangan hebat yang cukup lama antara Belanda melawan Portugis.
Pemerintah Belanda berhasil memprotestankan rakyat Indonesia secara missal di
daerah Batak, Manado, dan Ambon. Sedangkan Katholik berhasil di daerah Nusa
Tenggara Timur yang mendapat pengaruh dari Portugis di Timor-Timur.[7]
2.
Kerajaan Islam di Kalimantan
Islam mulai masuk di Kalimantan pada
abad ke 15 M dengan cara damai, dibawa oleh Muballigh dari Jawa. Sunan Bonang
dan Sunan Giri masing-masing mempunyai santri-santri dari Kalimantan, Sulawesi
dan Maluku. Perkembangan Islam mulai mantap setelah berdirinya kerajaan Islam
di Bandar masih di bawah pimpinan Sultan Suriansyah tahun 1540 M bergelar
Pangeran Samudera dan dibantu oleh Patih Masih.
Pada tahun 1710 diKalimantanterdapat
seorang ulama besar bernama Syekh Arsyad Al-Banjari dari desa Kalampayan yang
terkenal sebagai pendidik dan muballigh besar. Pengaruhnya meliputi
seluruhKalimantan(Selatan, timur dan Barat)
Ia menulis kitab-kitab agama,
diantaranya yang terkenal:
Sabilul Muhtadin (dipelajari dihampir
seluruh Indonesia sampai yang palin barat, Aceh)
Syarah Fathul Jawad
Tuhfatur Raghibin (terkenal di Sumatera
Utara dan Aceh)
Ushuluddin
Tasawuf
Al-Nikah
Al-Faraid.
Pada waktu kecil ia diasuh dan diangkat
oleh Sultan Tahmilillah dan dikirim untuk belajar ke Makkah dan Madianh selama
30 tahun. Ia wafat pada zaman Sultan Sulaiman.
Sistem pengajian kitab agama di
pesantren Kalimantan sama dengan system pengajian kitab di pondok pesantren di
Jawa, terutama cara-cara menerjemahkannya kedalam bahasa daerah. Salah seorang
tokoh Islam yang masuk di Kalimantan Barat ialah Syarif Abdurrahaman Al-Kadri
dari Hadramaut pada tahun 1735 M dan menikah dengan putra Dayak yang akhirnya
mewarisi kerajaan di Kalimantan Barat Pontianak.
Salah seorang pejuang Islam lain dari
Kalimantan Selatan ialah Pangeran Antasari lahir pada tahun 1790 M-!862 M, cucu
dari Pangeran Amir, putra Sultan Tahmidillah.[8]
3.
Kerajaan Islam di Sulawesi
Kerajaan yang mula-mula berdasarkan
Islam adalah kerajaan Kembar Gowa Tallo tahun 1605 M. Rajanya bernama I.
Malingkaang Daeng Manyonri yang kemudian berganti nama dengan Sultan Abdullah
Awwalul Islam.
Pengaruh raja Gowa dan Tallo dalam Islam
sangat besar terhadap raja-raja kecil lainnya. Diantara raja-raja itu sudah ada
perjanjian yang berbunyi sebagai berikut: “Barangsiapa yang menemukan jalan
yang lebih baik, maka ia berjanji akan memberitahukan kepada raja-raja yang
menjadi sekutunya”. Jalan disini berarti jalan hidup atau agama.
Diantara ulama besar kelahiran Sulawesi
sendiri ialah Syekh Maulana Yusuf yang belajar di Makkah pada tahun 1644 M. ia
pulang keIndonesiadan menetap di Banten. Banyak santrinya datang dari Makasar,
kemudian karena memberontak, dibuang oleh Belanda ke SriLanka dan wafat di
Afrika Selatan. Jenazahnya dipulangkan ke Makasar dan dikubur disana. Ia
mengarang kitab Tasawuf dalam Bahasa Arab, Bugis, Melayu dan Jawa.
Dari Sulawesi Selatan, agama Islam
mengembang ke Sulawesi Tengah dan Utara. Islam masuk daerahManadopada zaman
Sultan Hasanudin, ke daerah Bolaang Mangondow di Sulawesi Utara pada Tahun 1560
M, ke Gorontalo tahun 1612 M. buku-buku lama di Gorontalo di tulis dengan huruf
Arab.
Agama Islam yang telah kuat di Sulawesi
Selatan itu menjalar masuk ke Kepulauan Nusa Tenggara, yaitu ke Bima (Sumbawa)
dan Lombok, agama Islam ini dibawa oleh pedagang-pedagang Bugis. Sumbawa
dikuasai kerajaan Gowa pada tahun 1616 M.[9]
[1] Prof.Dr.H.HaidarPutra Daulay,MA,
Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia (Jakarta:
Kencana. 2004) hal145-146)
[2]
http://id.wikipedia.org/wiki/sejarah_Indonesia
[3] Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2000),hal.135
[4] Ibid,hal.136
[5]
http://forum.dudung.net/index.php?topic=5369.0
[6]
http://id.wikipedia.org/wiki/sejarah_Indonesia
[7] Zuhairini, hal.142
[8] Ibid, hal.145
[9] Ibid, hal.146
MASA MASUK DAN BERKEMBANGNYA ISLAM DI
INDONESIA
Berbagai teori perihal masuknya Islam ke
Indonesia terus muncul sampai saat ini. Fokus diskusi mengenai kedatangan Islam
di Indonesia sejauh ini berkisar pada tiga tema utama, yakni tempat asal
kedatangannya, para pembawanya, dan waktu kedatangannya. Mengenai tempat asal
kedatangan Islam yang menyentuh Indonesia, di kalangan para sejarawan terdapat
beberapa pendapat. Ahmad Mansur Suryanegara mengikhtisarkannya menjadi tiga
teori besar.
Pertama, teori Gujarat, India. Islam
dipercayai datang dari wilayah Gujarat – India melalui peran para pedagang
India muslim pada sekitar abad ke-13 M.
Kedua, teori Makkah. Islam dipercaya
tiba di Indonesia langsung dari Timur Tengah melalui jasa para pedagang Arab
muslim sekitar abad ke-7 M.
Ketiga, teori Persia. Islam tiba di
Indonesia melalui peran para pedagang asal Persia yang dalam perjalanannya
singgah ke Gujarat sebelum ke nusantara sekitar abad ke-13 M
Disamping itu para kaum pedagang sangat
memegang peranan penting dalam persebaran agama dan kebudayaan Islam di Nusantara.
Letak Indonesia yang strategis menyebabkan timbulnya tempat perdagangan yang
membantu mempercepat persebaran tersebut. Dan yang turut berperan dalam
penyebaran islam ialah melalui dakwah yang dilakukan para mubaligh.
Masuknya Islam ke Indonesia terjadi
tidak terlalu jauh dari zaman kelahiran islam di jazirah arab. Ada dua faktor
yang menyebabkan Indonesia dikenal bangsa-bangsa lain :
a.
Faktor letak geografisnya yang strategis, yaitu berada di persimpangan
jalan raya internasional dari jurusan timur tengah menuju tiongkok
b.
Faktor kesuburan tanahnya yang menghasilkan bahan-bahan keperluan hidup
yang dibutuhkan oleh bangsa-bangsa lain misalnya rempah-rempah
BERBAGAI KEBIJAKAN PEMERINTAH BELANDA,
JEPANG DAN REPUVLIK INDONESIA DALAM BIDANG PENDIDIKAN
Diantara kebijakan pemerintahan belanda
dalam membendung bidang pendidikan islam adalah:
Pada zaman VOC mereka mengeluarkan
perbaikan untuk perbaikan agama kristen dan mendirikan sekolah
Ketika Van den Bosh menjadi gubernur
jendral di Jakarta pada tahuun 1831 M, diberlakukan kebijakan bahwa
sekolah-sekolah gereja dianggap dan diperlakukan sebagai sekolah pemerintah
Pada tahun 1819 M, gubernur Van de
Capellen mengambil inisiatif merencanakan berdirinya sekolah dasar bagi
penduduk pribumi agar dapat membantu pemerintahan belanda
Pada tahun 1905, nasihat badan
priesteraden menasihatkan agar pemerintah mengeluarkan peraturan yang isinya
bahwa orang yang memberikan pelajaran harus minta izin terlebih dahulu
Dalam mendekati umat islam, jepang
menempuh kebijakan sesuai berikut :
Kantor urusan agama yang pada zaman
belanda di sebut kantor Voor Islamistische Saken yang dipimpin oleh orang-orang
orientalisten belanda
Pondok pesantren yang besar-besar sering
mendapat kunjungan dan bantuan dari pembesar-pembesar jepang
Sekolah-sekolah negeri di beri pelajaran
budi pekerti yang isinya identik dengan ajaran agama
Memberikan latihan dasar kemiliteran
bagi pemuda islam yang dipimpin oleh KH. Zainul Arifin
Pemerintahan jepang mengizinkan
berdirinya sekolah tinggi Islam di Jakarta yang dipimpin oleh KH. Wahid Hasyim
Diantara kebijakan pemerintah RI tentang
pendidikan islam adalah pembinaan pendidikan agama secara formal institusional
dipercayakan oleh pemerintah RI kepada departemen agama pendidikan dan
kebudayaan untuk mengelola pendidikan agama disekolah-sekolah umum negri dan
swasta. Sementara pembinaan pendidikan agama disekolah agama ditangani oleh
departemen agama sendiri.
Sementara hasil SKB dua menteri ini
adalah yang dikeluarkan pada bulan januari 1951 yang isinya adalah :
Pendidikan agama diberikan mulai kelas
IV Sekolah Rakyat (Sekolah Dasar)
Di daerah-daerah yang masyarakatnya
agamanya kuat. Pendidikan agama diberikan mulai kelas satu Sekolah Rakyat
Disekolah lanjutan tingkat pertama dan tingkat atas
diberikan pendidikan agama sebanyak 2 jam seminggu
Pendidikan agama diberikan kepada murid
murid-murid sedikitnya 10 orang dalam satu kelas dan mendapat izin dari orang tua
(walinya)
ORGANISASI DAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
DI INDONESIA
Adapun organisasi-organisasi yang
berdasarkan sosial keagamaan yang melakukan aktivitas kependidikan islam
adalah:
Al Jami Atal Khairiyah
Al Islah Wa Al Irsyad
Perserikataan ulama
Nahdatul ulama
Persatuan islam
JENIS-JENIS LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI
INDONESIA
a. Lembaga-lembaga pendidikan islam
sebelum kemerdekaan
Di Sumatera madrasah-madrasah banyak bermunculan diantaranya adalah:
Madrasah Adabiyah di Pdang Sumatera
Barat
Madrasah School di daerah Batu sangkar
Sekolah Muhamadiyah di Yogyakarta
Pondok pesantren (surau)
Madrasah Nurul Iman di Jambi
Madrasah Sa’adah Al Darain
Madrasah Nurul Islam
b. Lembaga-lembaga pendidikan islam
sesudah kemerdekaan
Lembaga pendidikan islam sesudah Indonesia merdeka ada yang berstatus
negeri dan ada yang berstatus swasta.
Yang berstatus negeri misalnya:
Madrasah Ibtidaiyah Negeri (Tingkat
Dasar)
Madrasah Tsanawiyah Negeri (Tingkat
Menengah Pertama)
Madrasah Aliyah Negeri (Tingkat Menengah
Atas)
Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI)
4.5
Baca Selengkapnya di : PROSES MASUK DAN
BERKEMBANGNYA ISLAM DI INDONESIA | AF Sahabat Artikel
http://abyfarhan7.blogspot.com/2012/01/proses-masuk-dan-berkembangnya-islam-di.html#ixzz1qVAELdco
Asal Usul Pendidikan Islam di Indonesia
Jika kita mencermati agenda permasalahan
universal yang dihadapi rakyat Indonesia dewasa ini, maka diskursus yang paling
menarik untuk dibahas adalah pendidikan. Pendidikan merupakan hal yang sangat
penting dan tidak bisa lepas dari kehidupan. Dengan pendidikan, kita bisa
memajukan kebudayaan dan mengangkat derajat bangsa di mata dunia internasional.
Dengan pendidikan akan lahirlah Sumber Daya Manusia yang berkualitas, baik dari
segi spritual, intelegensi, maupun skill.
Kita barangkali perlu merefleksikan lagi bahwa
Indonesia merupakan pusat konsentrasi umat Islam yang terbesar di dunia.
Sehingga dengan demikian, eksistensi pendidikan Islam di Indonesia tidak dapat
dipandang sebelah mata saja. Karena bagaimanapun, pendidikan Islam merupakan
warisan leluhur bangsa ini yang pernah berhasil menciptakan manusia yang
berkualitas, baik intelektual maupun moralitas. Sehingga tidak mengherankan,
bila pendiri negeri ini meletakkan pendidikan pada tempat yang tertinggi
sebagai sarana untuk membina dan membangun manusia Indonesia seutuhnya,
sebagaimana tercermin dalam Pembukaan UUD 1945: “untuk memajukan kesejahteraan
umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.”
Untuk itu, tak berlebihan kiranya jika
kita kembali merunut sejarah masa lalu terhadap perkembangan pendidikan Islam
di Indonesia dari waktu ke waktu, sejak dengan ditandai oleh munculnya berbagai
lembaga pendidikan secara bertahap; mulai dari yang amat sederhana, sampai
dengan tahap-tahap yang sudah terhitung modern dan lengkap; yang kesemuanya
telah memainkan fungsi dan perannya sesuai dengan tuntutan masyarakat dan
zamannya. Dengan demikian diharapkan akan dapat menjadi bahan rujukan dan
perbandingan bagi pengelola pendidikan Islam pada masa sekarang ini.
-
A) Masuk & Berkembangnya Islam di
Indonesia
Prof. Haidar Putra Daulay menyebutkan
bahwa proses masuknya Islam ke Indonesia agak unik dibandingkan dengan masuknya
Islam ke daerah-daerah lain. Islam masuk ke Indonesia secara damai dibawa oleh
para pedagang dan mubaligh. Sedangkan Islam yang masuk ke daerah lain pada
umumnya banyak lewat penaklukan, seperti masuknya Islam le Irak, Iran (Persi),
Mesir, Afrika Utara sampai ke Andalusia.
Sejauh menyangkut kedatangan Islam di
Nusantara, terdapat diskusi dan perdebatan panjang di antara para ahli mengenai
tiga masalah pokok: tempat asal kedatangan Islam; para pembawanya; dan waktu
kedatangannya. Berbagai teori dan pembahasan yang berusaha menjawab ketiga
masalah pokok ini jelas belum tuntas dan belum memuaskan hingga saat ini.
Sarjana Belanda kebanyakan berpendapat
bahwa kedatangan Islam ke Nusantara berasal dari India, di antara sarjana
tersebut adalah Pijnappel dari Universitas Leiden, Moquette, Snouck Hurgronje.
Menurut Hurgronje abad ke-12 adalah periode paling mungkin dari permulaan
penyebaran Islam di Nusantara. Selain itu, beberapa Sarjana lain seperti
Crawfurd, Niemann dan Naquib Al Attas berpendapat bahwa Islam tiba di Indonesia
langsung berasal dari Arab. Bahkan Naquib Al Attas paling gigih mempertahankan
teori ini.
Suatu hal yang dapat dikemukakan bahwa
masuknya Islam ke Indonesia tidaklah bersamaan, ada daerah-daerah yang sejak
dini telah dimasuki oleh Islam, di samping ada daerah yang terbelakang dimasuki
Islam. Berkenaan dengan ini telah disepakati bersama oleh sejarawan Islam bahwa
Islam pertama kali masuk ke Indonesia adalah di Sumatera. Kedatangan Islam ke
Indonesia itu sendiri terjadi melalui kegiatan perdagangan yang ditempuh dengan
proses yang sangat panjang sampai terbentuknya masyarakat muslim.
Terbentuknya masyarakat muslim di suatu
tempat adalah melalui proses panjang yang dimulai dari terbentuknya
pribadi-pribadi muslim sebagai hasil dari upaya para da’i. Masyarakat muslim
tersebut selanjutnya menumbuhkan kerajaan Islam, tercatatlah sejumlah
kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara, seperti Kerajaan Perlak, Pasai, Aceh
Darussalam, Banten, Demak, Mataram, dan lain sebagainya.
Tersebarnya Islam ke berbagai wilayah di
Indonesia yang begitu cepat tidak terlepas dari berbagai peran, terutama adanya
kekuatan politik dari kerajaan Islam digabungkan dengan semangat para mubaligh
untuk mengajarkan Islam. Maka dalam hal ini, peran pendidikan Islam turut
memberikan sumbangsih positif kepada kemajuan peradaban bangsa Indonesia.
-
B) Asal-Usul Pendidikan Islam di
Indonesia
Berbicara tentang pendidikan Islam di
Indonesia, sangatlah erat hubungannya dengan kedatangan Islam itu sendiri ke
Indonesia. Dalam konteks ini, Mahmud Yunus mengatakan, bahwa sejarah pendidikan
Islam sama tuanya dengan masuknya Islam ke Indonesia. Hal ini disebabkan karena
pemeluk agama Islam yang kala itu masih tergolong baru, maka sudah pasti akan
mempelajari dan memahami tentang ajaran-ajaran Islam. Meski dalam pengertian
sederhana, namun proses pembelajaran waktu itu telah terjadi. Dari sinilah
mulai timbul pendidikan Islam, dimana pada mulanya mereka belajar di
rumah-rumah, langgar/surau, masjid dan kemudian berkembang menjadi pondok
pesantren. Setelah itu baru timbul sistem madrasah yang teratur sebagaimana
yang dikenal sekarang ini.
Berdasarkan ungkapan di atas, dapat
dipastikan pendidikan Islam itu telah berlangsung di Indonesia sejak mubaligh
pertama melakukan kegiatannya dalam rangka menyampaikan keislaman baik dalam
bentuk pentransferan pengetahuan, nilai, dan aktivitas maupun dalam pembentukan
sikap atau suri tauladan. Maka dalam konteks pendidikan, para pedagang dan
mubaligh yang memperkenalkan sekaligus mengajarkan Islam tersebut adalah
pendidik, sebab mereka telah melaksanakan tugas-tugas kependidikan.
Dalam hal ini timbul pertanyaan, apa
tolok ukur yang dijadikan bahwa kegiatan para pedagang atau mubaligh di dalam
rangka menyampaikan ajaran Islam dapat digolongkan kepada aktivitas pendidikan.
Untuk mencari makna dan hakikat pendidikan, maka perlu dcari ciri-ciri esensial
aktivitas pendidikan, sehingga dapat dipilih mana aktivitas pendidikan dan mana
yang bukan, untuk itu perlu dicari unsur dasar pendidikan.
Neong Muhadjir sebagaimana yang dikutip
Haidar Putra Daulay menjelaskan bahwa ada lima unsur dasar pendidikan, yaitu adanya
unsur pemberi dan penerima. Unsur pemberi dan penerima baru bermakna pendidikan
kalau dibarengi dengan unsur ketiga, yaitu adanya tujuan baik. Jika hanya
hubungan pemberi dan penerima saja yang ada ini belum dapat dikatakan aktivitas
pendidikan, tanpa dibarengi dengan tujuan baik, sebab hubungan antara penjual
dan pembeli, majikan dan buruh, juga ada hubungan antara pemberi dan penerima
dan hubungan yang seperti ini belum dikatakan aktivitas pendidikan. Unsur
berikutnya yakni unsur keempat cara atau jalan yang baik. Hal ini terkait
nilai. Selanjutnya unsur kelima adalah konteks yang positif upaya pendidik
adalah menumbuhkan konteks positif dengan menjauhi konteks negatif.
Dengan dijelaskannya kelima unsur dasar
pendidikan di atas akan dapat dijadikan acuan tentang aktivitas pedagang dan
mubaligh tersebut apakah dapat digolongkan sebagai sebuah aktivitas pendidikan
atau bukan. Maka jika kita hubung-hubungkan akan ditemukan sebuah kesimpulan
bahwa para pedagang dan mubaligh ketika memperkenalkan dan mengajarkan ajaran
Islam kepada masyarakat sudah memenuhi unsur pendidikan tersebut. Dengan
demikian, pendidikan Islam di Indonesia telah berlangsung sejak masuknya Islam
ke Indonesia, dan dengan demikian pula pendidikan Islam telah memainkan
peranannya dalam pembentukan masyarakat Indonesia.
-
C) Sistem Pendidikan Islam Pada Masa
Kerajaan Islam di Nusantara
Dalam hubungannya dengan pengembangan
pendidikan Islam di Indonesia, sejak awal penyebaran Islam, masjid telah
memegang peranan yang cukup besar. Kedatangan orang-orang Islam ke Indonesia
yang pada umumnya berprofesi sebagai pedagang, mereka hidup berkelompok dalam
beberapa tempat, yang kemudian tempat-tempat yang mereka tempati tersebut
menjadi pusat-pusat perdagangan. Di sekitar pusat-pusat dagang itulah, mereka
biasanya membangun sebuah tempat sederhana (masjid), dimana mereka bisa
melakukan shalat dan kegiatan lainnya sehari-hari. Memang tampaknya tidak hanya
kegiatan perdagangan yang menarik bagi penduduk setempat. Kegiatan para
pedagang muslim selepas dagangpun menarik perhatian masyarakat. Maka sejak
itulah pengenalan Islam secara sistematis dan berlangsung di banyak tempat.
Pada masa itu, masjid dijadikan
satu-satunya tempat bertemu antara ulama dengan masyarakat umum. Hal ini
mengingat tidak ada tempat yang lebih memadai dalam mewadahi kegiatan tersebut
selain di masjid. Maka tak heran bila akhirnya masjid selain untuk kegiatan
ibadah, juga difungsi sebagai pusat kegiatan pendidikan bagi penduduk
pedesaaan. Dari masjid inilah generasi muda muslim dididik dan digembleng,
merekalah yang nantinya membuka jalan baru dalam membentuk masyarakat muslim di
Indonesia dan menyebar sampai seluruh pelosok tanah air hingga terbentuknya
kerajaan Islam di Indonesia.
Pada masa kerajaan Islam, para sultan
memberikan dukungan yang sangat besar terhadap pengembangan masjid sebagai
pusat pendidikan. Di Jawa, Sultan Demak memerintahkan pembangunan masjid agung
yang menjadi pusat keilmuan kerajaan di Bintara, kemudian dukungan kepada para
wali yang bertanggung jawab terhadap kehidupan agama Islam di Demak dengan
pusat kegiatannya di Masjid Agung Demak. Dari masjid itulah para wali
merencanakan, mendiskusikan dan membahas perkembangan Islam di Jawa dan pada
akhirnya mereka berhasil mengislamkan Pulau Jawa. Di Kutai, Sultan mendirikan
masjid yang dijadikan sebagai tempat terhormat untuk menjadi tempat pendidikan
dari kalangan bawah sampai atas, termasuk dari kalangan keluarganya sendiri.
Sementara di Aceh, masjid dibangun dengan megah dan dijadikan tempat mendidik
masyarakat kesultananan Aceh.
Dalam perkembangan selanjutnya, masjid
sebagai pusat pendidikan dan pengajaran secara informal maupun nonformal ini
ternyata memberikan hasil yang cukup gemilang, yakni tersebarnya ajaran Islam
keseluruh pelosok tanah air. Ada beberapa hal yang bisa diperhatikan dalam
sistem pendidikan Islam di masjid, yaitu:
Tenaga pendidik, mereka adalah
orang-orang yang tidak meminta imbalan jasa, tidak ada spesifikasi khusus dalam
keahlian mengajar, mendidik bukan pekerjaan utama, dan tidak diangkat oleh
siapapun;
Mata pelajaran yang diajarkan terutama
ilmu-ilmu yang bersumber kepada al-Qur’an dan al-Sunnah, namun dalam
perkembangan berikutnya ada bidang kajian lain, seperti: tafsir, fikih, kalam,
bahasa Arab, sastra maupun yang lainnya;
Siswa atau peserta didik, mereka adalah
orang-orang yang ingin mempelajari Islam , tidak dibatasi oleh usia, dari segala
kalangan dan tidak ada perbedaaan;
Sistem pengajaran yang dilakukan memakai
sistem halaqah (merupakan metode dimana santri menghafal teks atau kalimat
tertentu dari kitab yang dipelajarinya);
Metode pengajaran yang diterapkan
memakai 2 metode, yakni metode bandongan (merupakan metode dimana seorang guru
membacakan dan menjelaskan isi sebuah kitab, dikerumuni oleh sejumlah murid
yang masing-masing memegang kitab yang serupa, mendengarkan dan mencatat
keterangan yang diberikan gurunya berkenaan dengan bahasan yang ada dalam kitab
tersebut pada lembaran kitab atau pada kertas catatan yang lain dan metode
sorogan (merupakan metode dimana santri menyodorkan sebuah kitab dihadapan
gurunya, kemudian guru memberikan tuntunan bagaimana cara membacanya, menghafalkannya,
dan pada jenjang berikutnya bagaimana menterjemahkan serta menafsirkannya).
Mengenai waktu pendidikan, tidak ada
waktu khusus dalam proses pendidikan di masjid, hanya biasanya banyak dilakukan
di sore atau malam hari, karena waktu tersebut tidak mengganggu kegiatan
sehari-hari dan mereka mempunyai waktu yang cukup luang. (Indra Laksamana Muda
)
-
DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyurmadi, Pendidikan Islam
Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru, Ciputat: Logos, 1999.
Daulay, Haidar Putra, Sejarah Pertumbuhan
dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, Cet. II, 2007.
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di
Indonesia, Jakarta: Rajawali Press, 1995.
Nasution, Harun, Pembaruan dalam Islam,
Jakarta: Bulan Bintang, 1991.
Nata, Abuddin (Editor), Sejarah
Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia,
Jakarta: Grasindo, 2001.
Nizar, Samsul, Sejarah dan Pergolakan
Pemikiran Pendidikan Islam, Ciputat: Quantum Teaching, 2005.
Yatim, Badri Sejarah Peradaban Islam,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001.
Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam
di Indonesia, Jakarta: Hidakarya Agung, 1985.
Foto ilustrasi dari Google.
Sejak awal masuknya Islam ke Indonesia,
pendidikan Islammerupakan kepentingan tertinggi bagi kaum muslimin. Tetapi
hanya sedikitsekali yang dapat kita ketahui tentang perkembangan pendidikan
Islam dimasa lalu. Di Indonesia tidak dipungkiri terdapat hubungan intelektual
antaratokoh-tokoh Indonesia dengan tokoh-tokoh Timur Tengah, khususnya
sesuatuyang berhubungan dengan tradisi keagamaan yang sarat dengan misi
dakwah.Awal terjadinya proses pendidikan Islam di Indonesia dengan
berbagaikontak yang dilakukan oleh para saudagar Gujarat, misalnya kontak jual
beli,kontak perkawinan, kontak dakwah langsung baik secara individual
maupunkolektif.Materi yang pertama sekali adalah kalimat syahadat
kemudiandikembangkan pada penganjuran-pengajuran Hablul mina Allah dan Hablul
mina nas-nya. Pada saat itu pendidikan Islam lebih dikenal Surau/langgaryang
lebih mengutamakan pelajaran praktis, pemisahan mata pelajarantertentu belum
ada, jadi pelajaran yang diberikan tidak sistematis.8Pada masa kerajaan sebelum
datangnya bangsa Belanda pendidikanIslam di Indonesia berkembang pesat dengan
berdirinya beberapa kerajaanIslam diantaranya, kerajaan Samudra Pasai, kerajaan
Perlak, kerajaan AcehDarussalam, kerajaan Demak, kerajaan Mataram, kerajaan
Banjarmasin, dll.Akan tetapi model pendidikannya didasarkan pada sistem
kedaerahan. Padaperiode ini memang sulit untuk menentukan secara pasti kapan
dan dimanaSurau atau langgar dan pesantren yang pertama berdiri. Kendati
demikiandapat diketahui bahwa pada abad ke-17 M di Jawa telah terdapat pesantrenSunan
Ampel di Surabaya, Sunan Giri di Gresik, Sunan Bonang di Tubandsb. Namun
sebenarnya jauh sebelum itu telah ada sebuah pesantren dihutan Glagah Arum
(sebelah selatan Jepara) yang didirikan oleh Raden Fatahpada tahun 1475
M.Berbeda pada babak imperialis Eropa Barat –sepengingat penulistercatat 4
Negara Eropa Barat yang mempunyai kesamaan misi (menjajah),yaitu Spayol,
Portugis, Inggris, dan Belanda– kegiatan penyiaran danpelaksanaan pendidikan
Islam mengalami berbagai kendala dan rintangan, karena kedatangannya di
Indonesia mempunyai misi menjajah rakyat.Sehingga wajar saja apabila kedatangan
bangsa Barat di kepulauan Nusantaraini menimbulkan reaksi keras dari rakyat.
Karena perlakukannya yang selalumerugikan rakyat pribumi dan penerapan sistem
sosial kurang sesuai denganbudaya ketimuran.Dokumentasi sejarah minim bukti
yang dapat menunjukkan bahwapada masa pemerintahan kolonial Belanda membawa
kemajuan teknologi keIndonesia dan memperkenalkan sistem/metode pendidikan
baru. Tahun 1600Belanda masuk ke Indonesia dengan misi kolonialisme, pendidikan
Islamdianaktirikan. pendidikan Islam dikategorikan sebagai sekolah liar,
bahkanpemerintah telah melahirkan peraturan-peraturan yang membatasi
sampaimematikan sekolah-sekolah partikuler, termasuk madrasah denganmengeluarkan
peraturan yang sifatnya diskriminatif.Semenjakmenginjakkan kaki di bumi
Indonesia dan menguasai nusantara pada tahun1617 Belanda sangat meresahkan
kehidupan sosial masyarakat setempat.Pada zaman pemerintahan Deandels,
Kebijakan VOC terhadappendidikan didasarkan pada prinsip komersial atau bisnis,
penjajahberanggapan bahwa hanya sekolah-sekolah pemerintah atau staats
onderwayssaja yang mendatangkan hasil bagi kepentingannya.
PerbaikkanMohammedaans gods dienst onderways, yaitu pondok pesantren, langgar
surau, dan masjid itu tidak perlu, karena, sekolah-sekolah itu hanyamerupakan
alat meninggikan akhlaq rakyat dan sebagai sumber semangatperjuangan rakyat.
Oleh karena itu, diadakan peraturan umum
tentangpersekolahan (stbl 1818 No. 4) yaitu yang mengatur tentang
ketentuanketentuanpengawasan penyelenggaraan pendidikan. 13Pada tahun 1848
usaha/perusahaan VOC mengalami kemunduranyang kemudian pemerintahannya
diserahkan kepada kerajaan Hindia Belanda.Selang bebarapa hari Raja Hindia
Belanda mengeluarkan kebijakan No. 95tahun 1848 yang isinya memberikan
kewenangan penuh terhadap GebernurJenderal untuk mendirikan Sekolah Dasar bagi
boemi poetera sebagai calonpegawai negeri. Kemudian raja mengeluarkan keputusan
lagi No. 25 tahun1892 tentang diberlakukannya reorganisasi kebijakan pendidikan
dasar, yaitu:a. Sekolah Dasar kelas satu untuk anak-anak, para pemuda dan
orang-orangterhormat Bumi putera.b. Sekolah Dasar kelas dua untuk anak-anak
pribumi dan umumnya.c. Sekolah Dasar kelas satu kemudian dikembangkan untuk
anak-anak orangBelanda dan anak para bangsawan dengan dibentuk HIS
(HollandschInlandsche School).Pada tahun 1876 did irikan sekolah bagi gadis
keturunan Belanda15 dan padatahun 1882 pemerintahan kolonial Belanda mendirikan
Priesterreden(Pengadilan Agama) yang bertugas mengawasi kehidupan beragama dan
pendidikan pesantren serta Sekolah Menengah atau HBS (HollandschBurgelijke
School).16Akibat dari perlakuan yang negatif dari pemerintah kolonial
makapendidikan Islam semakin terisolasi dari arus modernisasi. Yang
berakibat:a. Pendidikan Islam yang termarginalkan membuat keadaan
pendidikanIslam semakin tertutup dan selalu pada posisi ketertinggalan.b. Sikap
diskriminatif pemerintah terkesan pendidikan Islam milik rakyatpinggiran atau
jelata, konotasinya pendidikan ini tradisionalis danterbelakang.c. Isi
pendidikan cenderung praktik ritual keagamaan dan kurangmemperhatikan ilmu
pengetahuan dan teknologi.d. Mengalami kelemahan Manajemen net working
sehinggaperkembangannya menjadi lamban.Jika kita melihat peraturan-peraturan
tersebut baik yang dikeluarkanpemerintah Belanda selama bertahun-tahun maupun
yang dibuat pemerintahRI, memang masuk akal untuk menarik kesimpulan bahwa
perkembangan danpertumbuhan sistem pendidikan Islam, dan terutama sistem
pesantren, cukuplamban, karena ternyata sangat terbatas. Akan tetapi, apa yang
dapatdisaksikan dalam sejarah adalah pertumbuhan pendidikan pesantren
yangkuatnya dan pesatnya luar biasa. Seperti yang dikatakan Zuhairini,
ternyata“jiwa Islam tetap terpelihara dengan baik” di Indonesia.Pada awal abad
ke 20 sering disebut periode peralihan karena banyakterjadi peralihan mulai
dari kekuasaan, jabatan dan kebijakan yang berimbaskepada kehidupan ekonomi,
sosial, dan politik rakyat Indonesia. Sampai pada
Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2184725-sejarah-awal-pendidikan-islam-di/#ixzz1qVBRO3GD
Perkembangan islam di indonesia
In: ilmu
Perkembangan islam di indonesia – Agama
Islam masuk ke Indonesia dimulai dari daerah pesisir pantai, kemudian
diteruskan ke daerah pedalaman oleh para ulama atau penyebar ajaran Islam.
Mengenai kapan Islam masuk ke Indonesia dan siapa pembawanya terdapat beberapa
teori yang mendukungnya. Untuk lebih jelasnya silahkan Anda simak uraian materi
berikut ini
A. Proses Masuk dan Berkembangnya Agama
dan Kebudayaan Islam di indonesia
Proses masuk dan berkembangnya agama
Islam di Indonesia menurut Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya yang berjudul
Menemukan Sejarah, terdapat 3 teori yaitu teori Gujarat, teori Makkah dan teori
Persia. Ketiga teori tersebut di atas memberikan jawaban tentang permasalah
waktu masuknya Islam ke Indonesia, asal negara dan tentang pelaku penyebar atau
pembawa agama Islam ke Nusantara.
Untuk mengetahui lebih jauh dari
teori-teori tersebut, silahkan Anda simak uraian materi berikut ini.
1. Teori Gujarat
Teori berpendapat bahwa agama Islam
masuk ke Indonesia pada abad 13 dan pembawanya berasal dari Gujarat (Cambay),
India. Dasar dari teori ini adalah:
a. Kurangnya fakta yang menjelaskan
peranan bangsa Arab dalam penyebaran Islam di Indonesia.
b. Hubungan dagang Indonesia dengan
India telah lama melalui jalur Indonesia – Cambay – Timur Tengah – Eropa.
c. Adanya batu nisan Sultan Samudra
Pasai yaitu Malik Al Saleh tahun 1297 yang bercorak khas Gujarat. Pendukung
teori Gujarat adalah Snouck Hurgronye, WF Stutterheim dan Bernard H.M. Vlekke.
Para ahli yang mendukung teori Gujarat, lebih memusatkan perhatiannya pada saat
timbulnya kekuasaan politik Islam yaitu adanya kerajaan Samudra Pasai. Hal ini
juga bersumber dari keterangan Marcopolo dari Venesia (Italia) yang pernah
singgah di Perlak ( Perureula) tahun 1292. Ia menceritakan bahwa di Perlak
sudah banyak penduduk yang memeluk Islam dan banyak pedagang Islam dari India
yang menyebarkan ajaran Islam.
Demikianlah penjelasan tentang teori
Gujarat. Silahkan Anda simak teori berikutnya.
2. Teori Makkah
Teori ini merupakan teori baru yang
muncul sebagai sanggahan terhadap teori lama yaitu teori Gujarat. Teori Makkah
berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 dan pembawanya
berasal dari Arab (Mesir).
Dasar teori ini adalah:
a. Pada abad ke 7 yaitu tahun 674 di
pantai barat Sumatera sudah terdapat perkampungan Islam (Arab); dengan
pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah mendirikan perkampungan di Kanton sejak
abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan berita Cina.
b. Kerajaan Samudra Pasai menganut
aliran mazhab Syafi’i, dimana pengaruh mazhab Syafi’i terbesar pada waktu itu
adalah Mesir dan Mekkah. SedangkanGujarat/India adalah penganut mazhab Hanafi.
c. Raja-raja Samudra Pasai menggunakan
gelar Al malik, yaitu gelar tersebut berasal dari Mesir. Pendukung teori Makkah
ini adalah Hamka, Van Leur dan T.W. Arnold. Para ahli yang mendukung teori ini
menyatakan bahwa abad 13 sudah berdiri kekuasaan politik Islam, jadi masuknya
ke Indonesia terjadi jauh sebelumnya yaitu abad ke 7 dan yang berperan besar
terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri. Dari penjelasan di
atas, apakah Anda sudah memahami? Kalau sudah paham simak
3. Teori Persia
Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk
ke Indonesia abad 13 dan pembawanya berasal dari Persia (Iran). Dasar teori ini
adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya masyarakat Islam Indonesia seperti:
a. Peringatan 10 Muharram atau Asyura
atas meninggalnya Hasan dan Husein cucu Nabi Muhammad, yang sangat di junjung
oleh orang Syiah/Islam Iran. Di Sumatra Barat peringatan tersebut disebut
dengan upacara Tabuik/Tabut. Sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan pembuatan
bubur Syuro.
b. Kesamaan ajaran Sufi yang dianut
Syaikh Siti Jennar dengan sufi dari Iran yaitu Al – Hallaj.
c. Penggunaan istilah bahasa Iran dalam
sistem mengeja huruf Arab untuk tanda- tanda bunyi Harakat.
d. Ditemukannya makam Maulana Malik
Ibrahim tahun 1419 di Gresik.
e. Adanya perkampungan Leren/Leran di
Giri daerah Gresik. Leren adalah nama salah satu Pendukung teori ini yaitu Umar
Amir Husen dan P.A. Hussein Jayadiningrat.
Ketiga teori tersebut, pada dasarnya
masing-masing memiliki kebenaran dan kelemahannya. Maka itu berdasarkan teori
tersebut dapatlah disimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai
pada abad ke – 7 dan mengalami perkembangannya pada abad 13. Sebagai pemegang
peranan dalam penyebaran Islam adalah bangsa Arab, bangsa Persia dan Gujarat
(India). Demikianlah uraian materi tentang proses masuknya Islam ke Indonesia.
Proses masuk dan berkembangnya Islam ke
Indonesia pada dasarnya dilakukan dengan jalan damai melalui beberapa
jalur/saluran yaitu melalui perdagangan seperti yang dilakukan oleh pedagang
Arab, Persia dan Gujarat. Pedagang tersebut berinteraksi/bergaul dengan
masyarakat Indonesia. Pada kesempatan tersebut dipergunakan untuk menyebarkan
ajaran Islam. Selanjutnya diantara pedagang tersebut ada yang terus menetap,
atau mendirikan perkampungan, seperti pedagang Gujarat mendirikan perkampungan
Pekojan. Dengan adanya perkampungan pedagang, maka interaksi semakin sering
bahkan
ada yang sampai menikah dengan wanita
Indonesia, sehingga proses penyebaran Islam semakin cepat berkembang.
Perkembangan Islam yang cepat
menyebabkan muncul tokoh ulama atau mubaliqh yang menyebarkan Islam melalui
pendidikan dengan mendirikan pondok-pondok pesantren.
Pondok pesantren adalah tempat para
pemuda dari berbagai daerah dan kalangan masyarakat menimba ilmu agama Islam.
Setelah tammat dari pondok tersebut, maka para pemuda menjadi juru dakwah untuk
menyebarkan Islam di daerahnya masing- masing. Di samping penyebaran Islam
melalui saluran yang telah dijelaskan di atas, Islam
juga disebarkan melalui kesenian,
misalnya melalui pertunjukkan seni gamelan ataupun wayang kulit. Dengan
demikian Islam semakin cepat berkembang dan mudah diterima oleh rakyat
Indonesia.
Proses penyebaran Islam di Indonesia
atau proses Islamisasi tidak terlepas dari peranan para pedagang,
mubaliqh/ulama, raja, bangsawan atau para adipati. Di pulau Jawa, peranan mubaliqh
dan ulama tergabung dalam kelompok para wali yang dikenal dengan sebutan
Walisongo atau wali sembilan yang terdiri dari:
1. Maulana Malik Ibrahim dikenal dengan
nama Syeikh Maghribi menyebarkan Islam di Jawa Timur.
2. Sunan Ampel dengan nama asli Raden
Rahmat menyebarkan Islam di daerah Ampel Surabaya.
3. Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel
memiliki nama asli Maulana Makdum Ibrahim, menyebarkan Islam di Bonang (Tuban).
4. Sunan Drajat juga putra dari Sunan
Ampel nama aslinya adalah Syarifuddin, menyebarkan Islam di daerah
Gresik/Sedayu.
5. Sunan Giri nama aslinya Raden Paku
menyebarkan Islam di daerah Bukit Giri (Gresik)
6. Sunan Kudus nama aslinya Syeikh
Ja’far Shodik menyebarkan ajaran Islam di daerah Kudus.
7. Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Mas
Syahid atau R. Setya menyebarkan ajaran Islam di daerah Demak.
8. Sunan Muria adalah putra Sunan
Kalijaga nama aslinya Raden Umar Syaid menyebarkan islamnya di daerah Gunung
Muria.
9. Sunan Gunung Jati nama aslinya Syarif
Hidayatullah, menyebarkan Islam di Jawa Barat (Cirebon)
Demikian sembilan wali yang sangat
terkenal di pulau Jawa, Masyarakat Jawa sebagian memandang para wali memiliki
kesempurnaan hidup dan selalu dekat dengan Allah, sehingga dikenal dengan
sebutan Waliullah yang artinya orang yang dikasihi Allah
Tagged As:
perkembangan islam di indonesia -
sejarah perkembangan islam di indonesia - perkembangan islam - perkembangan
islam di nusantara - sejarah perkembangan islam - islam di indonesia -
perkembangan agama islam di indonesia - sejarah perkembangan islam di nusantara
- penyebaran islam di indonesia - sejarah masuknya islam di indonesia -
Related posts:
Sejarah perkembangan komputer
Membuat email yahoo indonesia
Tags: indonesia, islam, perkembangan
sumber;;
http://www.membuatblog.web.id/2010/02/perkembangan-islam-di-indonesia.html
ijin ngcopy pak
BalasHapusizin copas pak haji
BalasHapusjenisnye mane
BalasHapus