MAKALAH
ULUMUL HADITS
“HADITS MURSAL”
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah dengan Ridlo Allah SWT
makalah ini telah
berhasil kami selesaikan dengan judul “HADITS MURSAL“.
Sebagai penulis
pemula dalam bidang Studi Islam, kami
berharap semoga dengan selesainya makalah ini dapat menjadi inspirasi untuk
meningkatkan kualitas kegiatan pembelajaran serta memicu semangat kita untuk
menjadi lebih baik.
Ucapan Terima Kasih kepada :
1. Dosen
Pembimbing
2. Teman Satu Kelompok
3. Semua pihak baik yang secara langsung maupun yang
tidak langsung membantu penyelesaian laporan ini.
Kritik dan saran demi perbaikan sangat
kami harapkan guna hasil yang
lebih baik.
Sidoarjo, 19 Maret 2011
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Sebelum kita mempelajari hadist dan
menuangkan hasil
dalam penyampaian dakwah
atau apapun kita harus mengetahui apa itu hadist, macam-macam hadits
kitab-kitab hadits, pembagian hadits dan sesuatu yang berhubungan dengan
hadits.
Karena kita ketahui banyak materi tentang ulumul hadits dari
sejarah hadits sampai ilmu-ilmu hadits seperti Rijalil Hadits, Jarh wat-ta’dil,
Asbab Wurudil Hadits dan lain-lain.
Tetapi dalam makalah ini kami akan membahas sedikit tentang pengertian hadits
agar kita bisa membedakan pengertian antara hadits, khabar, dan atsar untuk
memudahkan kita dalam membahas tentang hadits mursal macam-macam hadits mursal,
kualitas, kehujjahan hadits mursal.
1.2 RUMUSAN
MASALAH
Dari latar
belakang diatas, dapat di ambil rumusan masalah sebagai berikut :
1.Apa yang dimaksud
dengan hadits mursal ?
2. Apa saja macam-macam hadits mursal ?
3. Bisakah hadits mursal dibuat kehujjahan ?
2. Apa saja macam-macam hadits mursal ?
3. Bisakah hadits mursal dibuat kehujjahan ?
4. Bagaimana
kualitas hadits mursal ?
1.3 TUJUAN
MASALAH
Dari
rumusan masalah di atas, dapat di ambil tujuan penulisan sebagai berikut:
1.Untuk mengetahui
pengertian hadits mursal
2. Untuk mengetahui macam-macam hadits mursal
3. Untuk mengetahui kehujjahan hadits mursal
2. Untuk mengetahui macam-macam hadits mursal
3. Untuk mengetahui kehujjahan hadits mursal
4. untuk mengetahui
kualitas hadits mursal
BAB
II
PEMBAHASAN
Al-Mursal menurut bahasa
berarti melepaskan. Adapun menurut istilah ahli hadits
dan fuqoha berbeda dalam mendefinisikan hadits mursal.
Hadits mursal menurut
ahli hadits adalah:
مارفعه التابعي إلى الرسول صلىالله عليه وسلم من
قول او فعل او تقرير صغيرا كان التابعي او كبيرا
Artinya: Hadits yang
dimarfu'kan oleh seorang tabi'in kepada Rasulullah Saw, baik perkataan,
perbuatan, maupun taqrir, baik tabi'in itu kecil maupun tabi'in besar.
Definisi ini banyak
digunakan mayoritas ahli hadits, hanya saja mereka tidak memberikan batasan
tabi'in besar atau kecil.
Dari definisi di atas
dapat diketahui bahwa hadits mursal adalah segala hadits yang bersambung
sanadnya kepada tabi’in dan tidak menyebutkan nama shahabi yang meriwayatkan
hadits langsung menyebut nama nabi Muhamad Saw.
Ada sebagian ulama yang
memberikan batasan bahwa hadits mursal adalah hadits yang di marfukan oleh
tabi’in besar saja, karena pada umumnya periwayatan tabi’i besar adalah dari
sahabat. Sebagian ahli hadits tidak menilai hadits yang di-irsal-kan oleh
tabi’i kecil sebagai hadits mursal tetapi hadits munqathi’, karena
sebagian besar periwayatan mereka adalah dari tabi’i juga.
Adapun hadits mursal
menurut ahli ushul adalah perkataan seseorang yang tidak berjumpa dengan nabi
Muhammad Saw baik dari tabi’i atau tabi’u tabi’in atau orang
sesudah mereka. Jadi Hadits mursal adalah perkatan tabi’in baik tabi’in besar
maupun tabi’in kecil atau perkataan sahabat kecil, yang menegaskan
tentang apa yang telah dikatakan atau diperintahkan oleh Rasulullah
Saw tanpa menerangkan dari sahabat mana berita itu diperolehnya.
Dari
masing-masing definisi di atas dapat diketahui letak perbedaan pendapat antara
keduanya.
Ahli ushul berpendapat,
hadits mursal adalah hadits yang gugur perawinya atau terputus sanadnya
ditingkat manapun, baik diakhir, ditengah, ataupun di awal sanad. Baik
berurutan maupun tidak. Dengan demikian yang termasuk kategori
hadits mursal adalah hadits mu’allaq, mu’dhol, munqhathi’, karena
hadits-hadits tersebut tidak bersambung sanadnya
Sedang ahli hadits hanya
membatasi hadits mursal hanya pada hadits yang gugur perawinya di akhir sanad
atau pada tingakatan sahabat
مَا نَسَبَهُ التَّابِعِي –الَّذِيْ
سَمِعَ مِنَ الصَّحَابَةِ- إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ
قَوْلٍ أَوْ فِعْلٍ أَوْ تَقْرِيْرٍ أَوْ صِفَةٍ
Hadis yang disandarkan oleh para
tabi’in, mereka adalah orang yang
mendengarkan hadis dari shahabat- kepada Nabi saw baik berupa perkataan, perbuatan,
taqrir, ataupun sifat.
Bentuk ungkapan hadis mursal;
seorang tabi’in mengatakan, “Rasulullah saw bersabda demikian”, “Melakukan
demikian”, “Dilakukan hal demikian di hadapan beliau”, atau “Beliau memiliki
sifat demikian” seraya memberitakan tentang salah satu sifat beliau saw.
Contoh; Abdur Razaq mengemukakan
riwayat di dalam kitabnya al-Mushannaf (5281)
عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنْ عَطَاءٍ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَعِدَ الْمِنْبَرَ أَقْبَلَبِوَجْهِهِ عَلَى النَّاسِ، فَقَالَ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ
Dari Ibnu Juraij, dari Atha’,
bahwasannya Nabi saw apabila naik ke mimbar beliau menghadapkan wajah beliau ke
orang-orang lalu mengucap, “Assalamu’alaikum”.
Menurut etimologi adalah yang dikirim atau diutus sedangkan menurut terminologi adalah :
ما ر واه
التا بعي صغيرا و كبيرا ا عن النبي صلى الله عليه و سلم ولم يذ كر من حد ثة به
Yang di riwayatkan oleh tabi’i kecil atau besar dari
nabi Muhammad Saw,dengan tidak menyebut siapa yang menceritakan hadits
kepadanya .
و عند
الفقهاء و اهل اصول الفقه ما ر واه غير
اصحا بي
Yang di
riwayatkan oleh bukan sahabat.
مثا ل المر سل
مارواه الاما لك في مو طاه عن زيد بن احلم عن عطاء بن يسا ران رسول الله
صلى الله عليه وسلم قال( ان شد الحرم من فيح جهنم ) الحديث
2.2. Kriteria
Hadits Mursal
- Tabi’i yang meriwayatkan itu, Tabi’i besar.
- Disekutuinya oleh hadits-hadits orang yang kepercayaan, merka tidak menyalahinya.
- Guru-gurunya terkenal orang yang kokoh ingatannya dan adil, tidak ada diantaranya yang lemah.
2.3. Kualitas
Hadits Mursal
وحكمه حكم الضعيف عند اكثر المحد ثين, ومنهم الا مام
الشا فعي
Adapun kualitas hadist
mursal menurut muhaddisin diantarnya Imam Syafi’i adalah Dhaif.
2.4.
Macam-Macam Hadits Mursal
a. Mursal Jali
Yaitu yang
tidak disebutkannya (gugur) nama sahabat
tersebut dilakukan oleh tabi’in besar, seperti contoh : bahwasannya rasullulah saw bersabda :
بينا وبين
المنا فقين شهو د العشاء و الصبح لا
يستطعون
Artinya: Antara kami dan antara orang-orang
munafiqin, ialah menghadi jama’ah isya’ dan shubuh, mereka tidak sanggup menghadirinya.
b.
Mursal
Al-khafi
Yaitu
pengguguran nama sahabat di lakukan oleh tabi’in yang masi kecil. Hal ini
terjadi karena hadits yang di rawayatkan oleh tabi’in tersebut meskipun ia
hidup pada zaman sahabat, tetapi ia tidak pernah mendengar sebuah haditspun
dari sahabat
c.
Mursal
Sahabi
Hadits yang di
rawayatkan oleh seorang sahabat yang
tidak langsung menerima dari rosulullah Saw. Contoh: Ibnu abbas berkata
ان رسولله صلي ا لله عليه وسلم خرج الي مكة عام
الفتح في رمضا ن فصام حتى بلغ اللذ يد ثم افطر فاف طر النا س.
Artinya : Sesungguhnya Rasulallah Saw.
Pergi ke makkah pada tahun al-fatkhu di bulan ramadhan , maka nabi Muhammad Saw
berpuasa hingga sampai ke al- kadid, sesudah itu rasulallah Saw berbuka,lalu
berbukalah para sahabat.
2.5. Kehujjahan Hadits
Mursal
حكم مرسل :
اختلفت اقوال العلماء في
المرسل حتى بلغت نحو عشرة اقول واشهر ها ثلاثة
القول الاول : انه يجوز
الاحتجاج با لمرسل مطلقا, وهذا قول الامام ابي حنيفة, والاما م مالك, وفي قول عن
الامام احمد, وطا ئفة من اهل العلم.
القول الثاني : لا يحتج به
مطلقا, وحكي هذا الامام النو وي عن جماهير المحد ثين, وعن الامام الشفعي, وعن كثير
من الفقهاء والاصولين, قال الامام مسلم , والمرسل من الروايات في اصل قولنا وقول
اهل العلم با لا صبار ليس بحجة.
القول الثا لث : يحتج به اذا
اعتضد بعا ضد بان ير وى مسندا اومرسلا من وجه اخر. اويعمل به بعض الصحابة او اكثر
اهل العلم . ولكل صاحب قول من هذه الاقوال حججه واد لته, وليس من موضوعنا بسطها.
Pada dasarnya hadis mursal ini da’if. Hal ini adalah
disebabkan oleh beberapa perkara seperti berikut:
Ø Tidak
bersambung sanad.
Ø Tidak dapat
dikesan terhadap kedudukan perawi yang dibuang daripada rangkaian sanad.
Ø Berkemungkinan
perawi yang dibuang daripada rangkaian sanad itu bukan daripada Sahabat. ( Asmawi
Haji Ehsan 2003 : 180 )
Walau
bagaimanapun, para ulama telah berselisih pendapat tentang kehujahan hadis mursal
iaitu berdasarkan kepada tiga pendapat seperti berikut:
Ø Da’if dan ditolak
Pendapat ini
dikemukakan oleh jumhur ulama hadis
dan sebilangan besar daripada kalangan ulama usul dan fikah. Alasan mereka
ialah berkemungkinan besar perawi yang dibuang daripada rangkaian sanad itu
bukan daripada generasi Sahabat
Ø Sahih dan boleh
dijadikan hujah (dalil bagi hukum syarak)
Pendapat ini
dikemukakan oleh Abu Hanifah, Malik dan Ahmad, menurut riwayat yang masyhur dan juga
sebahagian ulama lain. Penerimaan tersebut dengan syarat bahawa perawi yang
meriwayatkan hadis sacara mursal ini terdiri daripada perawi yang thiqah
dan ia tidak meriwayatkan hadis melainkan daripada orang yang thiqah,
kerana seseorang tabi’in yang thiqah
tidak mungkin berkata, “Rasulullah s.a.w bersabda : Begitu dan begini,
melainkan dia mendengar hadis tersebut daripada orang yang thiqah”. ( Rosmawati
Ali @ Mat Zin 2005 : 199 )
Ø Diterima dengan
syarat
Pendapat ini
dikemukakan oleh Al-Shafi’iyy dan
sebahagian ulama yang lain. Syarat-syarat yang dimaksudkan adalah seperti
berikut:
a) Perawi yang
meriwayatkan hadis secara mursal itu terdiri daripada kibar al-tabi’in. Apabila
perawi tersebut menyebutkan nama perawi yang dibuang daripada rangkaian sanad
itu didapati terdiri daripada perawi yang thiqah.
b) Sekiranya
hadis tersebut diriwayatkan juga oleh huffaz lain yang
boleh dipercayai, maka mereka tidak menyalahi perawi-perawi mursal tersebut.
c) Disamping
mempunyai syarat-syarat tersebut, hendaklah terdapat pada hadis mursal
tersebut mana-mana satu daripada syarat berikut :
· Hadis
tersebut diriwayatkan secara mursal menerusi saluran (turuq) lain.
· Hadis
tersebut diriwayatkan secara mursal melalui saluran lain dengan
rangkaian perawi yang lain.
· Hadis tersebut sesuai dengan pendapat
dan pandangan Sahabat.
· Maksud hadis
tersebut dipersetujui oleh sebilangan besar para ilmuwan. ( Ariffin Omar & Zaini Nasohah
2005 : 70 )
Hadis mursal
tidak boleh dijadikan hujah dalam agama. Inilah pendapat yang telah ditetapkan
oleh para huffaz dan pengkritik
hadis. Pendapat ini jugalah yang mereka utarakan dalam penulisan masing-masing.
( Rosmawati Ali @ Mat Zin 2005 : 201 )
Imam Muslim
dalam mukaddimah kitab Sahih ada
menyebut tentangnya : ”Bahawa hadis mursal menurut pendapat yang asal madrasah
ahli al-hadis bahawa hadis mursal tidak dapat dijadikan sebagai
hujah.” ( Ariffin Omar 1993 : 163 )
BAB
III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Hadits mursal merupakan salah satu bentuk hadits
dho’if dalam kedudukannya dan macam-macam hadits mursal terdiri dari hadits
mursal jali, mursal al- khafi, mursal sahabi.
Kriteria hadits
mursal terdiri dari tabi’i yang meriwayatkan tabi’i besar, disekutui oleh
hadits-hadits orang yang dipercaya, tetapi tidak disalah gunakan, guru-gurunya
dikenal orang yang dhobit kuat ingatannya, adil, tapi ada diantaranya yang
lemah.
Hadits mursal tidak dapat digunakan sebagai kehujjahan
dalam mengambil keputusan karena sifat hadits mursal lemah dan sama halnya
dengan hadits dho’if.
Dalam
menghadapi cabaran semasa, umat Islam harus merenung kembali panduan hidup yang
telah dibekalkan kepada mereka oleh Allah melalui kitabNya, Al-Quran dan
RasulNya melalui Sunnahnya sejak berabad yang lampau.
Sekalipun
Sunnah Rasulullah s.a.w merupakan sebahagian daripada wahyu Allah, namun ia
amat berbeza jika berbanding dengan Al-Quran kerana Sunnah Rasulullah s.a.w
bersumberkan kata-kata Baginda. Oleh yang demikian, para ulama telah meletakkan
martabat hadis di tempat yang kedua selepas Al-Quran.
Hadis ialah
setiap yang disampaikan kepada Nabi Muhammad s.a.w sama ada dari segi
perkataan, perbuatan, ikrar dan juga sifat. Dalam memahami ilmu hadis, perlulah
kita mengetahui ilmu-ilmunya secara lebih mendalam supaya tidak terpesong untuk
beramal dengannya sama ada dari segi periwayatannya ataupun sanadnya.
Hadis mursal adalah salah
satu daripada pembahagian dalam ilmu hadis yang mana ia berada di bawah furu’ hadis da’if. Hadis mursal
ialah hadis yang tergugur seorang Sahabat daripada sanadnya. Terdapat pelbagai
peringkat dalam hadis mursal. Peringkat hadis mursal yang paling
tinggi sekali ialah hadis mursal yang diriwayatkan oleh Sahabat yang thabit mendengarnya
daripada Nabi s.a.w. Peringkat ini ialah peringkat yang tertinggi sekali dalam
bahagian hadis mursal.
Terdapat
berbagai hujah ataupun perbahasan para ulama dalam beramal dengan hadis mursal.
Ada yang
menolak dan ada yang menerima hadis ini dengan bersyarat. Namun, pendapat yang
telah ditetapkan oleh para huffaz dan pengkritik
hadis adalah hadis mursal tidak boleh dijadikan hujah dalam agama.
Pendapat ini jugalah yang mereka utarakan dalam penulisan masing-masing. Oleh
yang demikian, jelaslah kepada kita kedudukan hadis mursal dalam beramal
dengannya.
3.2 SARAN
Semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan pembaca dalam memahami ulumul hadits, masih banyak
terdapat kesalahan ataupun kekeliruan dalam pembuatan makalah ini, kritik dan
saran sangat kami harapkan untuk kesempurnaan makalah yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Suparta,
Munzier. 1975. Ilmu Hadits. Jakarta :PT.Raja Grafindo Persada.
Ash-Shiddieqy
Hasbi M. 1987. Pokok-Poko Ilmu Diroyah Hadits. Jakarta : PT. Bulan
Bintang.
Khotib
Muhammad Ujjej. 1975. Ushulul Hadits.
Demasyiqo’, Darul Fikr.
Alawi bin muhammad.
Qoweidhul Asasiyah. Al-Hidayah.
Touhan, Mahmud. 1985. Mustalahul Hadist. Surabaya : Al Hidayah
0 komentar:
Posting Komentar