TANDA-TANDA MUNAFIK
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“ Hadits 2 ”
Dosen Pembimbing
Asma’ Naili Fauziyah, M.
Pd. I
Oleh :
Afifatul Khusnah
(201005010124)
Diah Iswardhanie
(201005010126)
Zakiyatul Fachiroh
(201005010127)
M. Dhohirus Salis
(201005010130)
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEMESTER V-B
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS SUNAN GIRI
SURABAYA
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya pada kita semua, sehingga dapat
menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Hadits 2 yang berjudul Tanda-tanda
Munafik.
Tidak lupa sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada
junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW atas segala keteladanan dan pengorbanan
beliau dalam mendidik umatnya menjadi makhluk yang berakhlak mulia.
Disamping itu juga, dalam pembuatan makalah ini penulis tak
lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada :
1.
Ibu Asma’ Naili Fauziyah, M. Pd. I selaku dosen pembimbing mata kuliah Hadits 2;
2.
Semua pihak yang telah memberikan masukan dalam
penyusunan makalah ini.
Dengan keterbatasan waktu, referensi, dan kemampuan, penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis
mohon kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar dapat dijadikan
penulis sebagai perbaikan dalam makalah selanjutnya.
Surabaya,
10 Desember 2012
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii
BAB I ........ PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang...................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah.................................................................................. 1
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Hadits Tentang Tanda-Tanda Munafik.................................................... 2
1.
Munafik
Sempurna............................................................................. 2
2.
Tiga Macam
Tanda Munafik.............................................................. 2
B.
Kedudukan
atau Kualitas Hadits............................................................. 2
C.
Terjemah
Hadits....................................................................................... 3
D.
Pemahaman
Matan dan Asbabul Wurud Hadits...................................... 4
1.
Pemahaman
Matan............................................................................. 4
2.
Asbabul
Wurud Hadits....................................................................... 9
BAB III PENUTUP
A. Simpulan.................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 11
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Mungkin
kita sering mendengar kata munafik di dalam kehidupan sehari-hari kita. Kata
munafik atau muna mungkin kita anggap tidak begitu kasar di telinga kita karena
kata itu jarang kita dipublikasikan di media massa. Namun sebenarnya munafik
adalah suatu sifat seseorang yang sangat buruk yang bisa menyebabkan orang itu
dikucilkan dalam masyarakat.
Dan yang kita tahu hanya munafik saja tetapi kami
disini akan membahas tentang munafik sempurna, bagaimanakah kriteria munafik
sempurna tersebut, terkadang kita semua sebagai manusia tak tau bahwa kita
sering mengerjakan sesuatu yang bisa menimbulkan kemunafikan pada diri kita,
seperti bohong salah satunya. Apakah
kita termasuk tanda-tanda orang yang munafik ?
Mungkin
kita dengan tegas mengatakan kita adalah bukan orang munafik karena kurangnya
pemahaman kita mengenai apa itu sifat munafik yang sesungguhnya. Kita pasti
tidak ingin jika kita dianggap seorang yang munafik apa lagi munafik sempurna naudzubillahi
mindzalik, semoga kita bukan termasuk manusia yang berkriteria munafik, agar
kita faham tentang tanda-tanda orang munafik, mari kita lanjutkan
pembahasan topik ini bersama-sama.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
matan dan sanad hadits munafik?
2.
Bagaimana terjemah
dan kedudukan atau kualitas hadits tersebut?
3.
Bagaimana pemahaman
matan dan asbabul wurud hadits?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Hadits Tentang Tanda-tanda Munafik
Pada bab ini kami akan menjelaskan tentang
hadits yang berkaitan dengan orang munafik, yakni hadits tentang tanda-tanda
orang munafik yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, yaitu:
1. Munafik Sempurna[1]
ﺤَﺪِﻴْﺚعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ أَنَّ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: أَرْبَعٌ مَنْ
كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا، وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ
كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا: إِذَا اؤْتُمِنَ
خَانَ، وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَر ﴿ﺮﻮﺍﻩ ﺍﻠﺒﺧﺎﺮﻱ ﻮﻤﺴﻠﻢ﴾
2. Tiga Macam Tanda Munafik[2]
ﺤَﺪِﻴْﺚ ﺍَﺒِﻲْ ﻫُﺮَﻴْﺮَﺓَ ﻋَﻦِ ﺍﻠﻨﱠﺒِﻲّ
ﺼﻠّﻰ ﺍﻠﻠّﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻮﺴﻠّﻢ ﻗﺎﻞ: آﻴَﺔُ ﺍﻠْﻤُﻨَﺎﻓِﻖِ ﺜَﻼَﺚٌ: إِذَا حَدَّثَ
كَذَبَ ﻮَﺍِﺬَﺍ ﻮَﻋَﺪَ ﺍَﺧْﻠَﻒَ، وَ إِذَا اؤْتُمِنَ
خَانَ﴿ﺮﻮﺍﻩ ﺍﻠﺒﺧﺎﺮﻱ ﻮﻤﺴﻠﻢ﴾
B.
Kedudukan atau Kualitas Hadits
Sanad paling shahih yang bersumber dari
ibnu Umar adalah yang disebut Silsilah adz-Dzahab (silsilah emas), yaitu Malik,
dari Nafi’, dari Abdullah bin Umar. Sedang yang paling Dlaif: Muhammad bin
Abdullah bin al-Qasim dari bapaknya, dari kakeknya, dari ibnu Umar.
Para ulama’ berusaha keras mengkomparasikan
antar perawi-perawi yang maqbul dan mengetahui sanad –sanad yang memuat drajat
diterima secara maksimal kerena perawinya terdiri dari orang –orang terkenal
dengan keilmuan, kedobitan dan keadilannya dengan yang lainnya. Mereka menilai
bahwa sebagian sanad sahih merupakan tingkat tertinggi dari pada sanad
lainnya,karena memenui syarat syarat maqbul secara maksimal dan kesempurnaan
para perowinya dalam hal kreteri-kereterianya. Mereka kemudian menyebutnya
asahhul asnid. Ada perbedaan pendapat dikalangan ulama’ mengenai hal itu.
Sebagian mengatakan, ashahhul asanid adalah:
1.
Riwayat ibn syibah az-zuhriy dari salim ibn abdillah
ibn umar dari ibn umar. Sebagian lain mengatakan, asahhul asanid adalah riayat
sulaiman al-A’masi dari Ibrahim an-nakha’iy dari ‘Al qomah ibn Qois Abdullah
ibn mas’ud.
2.
Imam bukhari dan yang lain mengatakan, sahahhul asnid
adalah riwayat imam malaik ibn anas dari nafi’ maula ibn umar dari ibn umar.
Dan karena imam asy-syafi’Iy merupakan orang yang paling utama yang meriwayatkan
dari imam malik, dan imam ahmad merupakan orang yang paling utama yang
meriwayakan dari imam syafi’iy,maka sebagian ulama’ muta’akhirin cenderung
menilai bahwa ashahhul asanid adalah riwayat imam ahmad dari imam syafi’I dari
imam malik dari nafi’ dari ibn umar ra.inilah yang disebut dengan silsilah adz-
dzahab (rantai emas).
Untuk memudahkan
mengetahui ashahhul asanid dan meredam silang dikalangan ulama’ mengenai hal
ini, maka abu abdillah al-hakim mamandang perlu menghususkannya dengan sahabat
tertentu atau negeri tertentu.
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam
Muslim. Apabila dilihat dari sanadnya, hadits ini termasuk hadits shahih karena
dari awal sanad sampai akhir sanad, semua sanadnya muttashil (bersambung).
Sedangkan kualitas perowi dalam tiap tingkatannya menyebutkan bahwasanya perowi
itu tsiqoh (terpercaya) karena sudah memenuhi syarat yaitu dhobit (kuat
hafalannya) dan adil (tidak mengerjakan dosa kecil apalagi dosa besar).
Apabila dilihat dari matan, hadits
ini juga shahih karena tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan tidak
bertentangan dengan hadits. Bahkan hadits ini sejalan dengan isi Al-Qur'an
yaitu sebagai syarah (penjelasan) dari apa yang terdapat dalam Al-Qur'an. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa hadits ini adalah hadits shahih.
C.
Terjemah Hadits
1. Munafik Sempurna
Artinya: Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr r. a. bahwa Nabi SAW bersabda, “Empat sifat siapa yang melakukannya menjadi munafik seratus persen, dan siapa yang melakukan
sebagian, berarti ada padanya sebagian dari nifaq hingga meninggalkannya,
yaitu: jika diamanati (dipercaya) khianat, jika berkata-kata dusta, jika berjanji menyalahi, dan jika bertengkar
curang”. (H. R. Bukhari dan Muslim)
2. Tiga Macam Tanda Munafik
Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah r. a. dari Nabi SAW, bersabda: “Tanda seorang munafik itu tiga: jika berkata-kata dusta, jika berjanji
menyalahi janji, dan jika diamanati khianat”. (H. R. Bukhari dan Muslim)
D.
Pemahaman Matan dan Asbabul Wurud
Hadits
1.
Pemahaman Matan
Hadits di atas menjelaskan tentang materi
pendidikan/pengajaran yang berhubungan dengan moral. Dalam hal ini, moral yang
dimaksud yaitu salah satu sifat tercela yang dibenci Rasulullah yaitu munafik.
Munafik ialah orang yang mengaku beriman,
tetapi hatinya ingkar (tidak beriman). Ia mengaku beriman kepada Allah dan Nabi
Muhammad SAW serta mengaku beragama Islam, tetapi hatinya ingkar, bahkan
memusuhi Islam. Sebagaimana Firman Allah SWT:
وَمِنَ
النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آَمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ اْلآخِرِ وَمَا هُمْ
بِمُؤْمِنِينَ
Artinya: Diantara manusia ada yang berkata, "Kami
beriman kepada Allah dan hari kemudian, padahal mereka itu sesungguhnya tidak
beriman". (Q.S. Al-Baqarah: 8)
Ali
r.a. mendengar Nabi Muhammad SAW bersabda, ''Sungguh aku tidak mengkhawatirkan
seorang mukmin ataupun seorang musyrik atas umatku. Seorang mukmin akan
dipelihara Allah dengan imannya daripada perbuatan mengganggu mereka dan
seorang musyrik akan Allah patahkan gangguannya dengan sebab kemusyrikannya
dari mereka. Tapi, aku sangat mengkhawatirkan seorang munafik yang pandai
bersilat lidah, mengucapkan apa-apa yang kamu ketahui dan mengerjakan apa yang
kamu ingkari ...'' (Nahjul Balaghah: 114).
Dalam
hadis tersebut, Nabi SAW mengingatkan kepada kita tentang bahaya orang-orang munafik,
yaitu orang-orang yang bermuka dua, lahirnya kelihatan baik, tetapi hatinya
ternyata jahat. Secara lahir mereka baik, seakan-akan mereka teman kita,
padahal mereka musuh kita. Mereka juga pandai bersilat lidah, perkataannya
sangat menakjubkan dan meyakinkan, tetapi perbuatannya bertentangan dengan
ucapan mereka sendiri.
Ibn Rajab
berkata: “Nifaq secara bahasa merupakan jenis penipuan, makar, menampakkan
kebaikan dan memendam kebalikannya. Sedangkan secara syari’at
terbagi dua:
1)
Nifaq Akbar (Kemunafikan Besar), yaitu upaya seseorang menampakkan keimanan kepada Allah SWT, para
malaikat, kitab-kitab, Rasul dan hari akhir, sebaliknya memendam lawan dari itu
semua atau sebagiannya. Inilah bentuk nifaq yang terjadi pada
masa Rasulullah SAW dan yang dicela serta
dikafirkan para pelakunya oleh Al-Qur’an.
Rasulullah SAW menginformasikan bahwa pelakunya kelak akan menempati neraka
paling bawah.
2)
Nifaq Ashghar (Kemunafikan Kecil), yaitu kemunafikan dalam perbuatan. Gambarannya, seseorang menampakkan
secara teranga-terangan keshalihannya namun menyembunyikan sifat yang
berlawanan dengan itu.
Sifat munafik adalah penyakit berbahaya
yang dapat mengancam kehidupan masyarakat. Dalam pepatah, orang seperti ini
disebut "Lain di mulut lain di hati". Maksudnya antara kata dan
perbuatannya tidak sesuai. Tanda-tanda orang munafik ada tiga, yaitu pertama
إِذَا
اؤْتُمِنَ خَانَ yakni
jika dipercaya ia berkhianat. Kata "Khianat" berasal dari bahasa Arab
yang artinya perbuatan tidak setia. Khianat dilarang oleh Allah, sebagaiamana
Firman Allah SWT:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَخُونُواْ اللهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُواْ أَمنتِكُمْ
وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul
dan juga janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang
kamu mengetahui". (Q.S. Al-Anfal: 27).
Dari ayat di atas, ada dua macam khianat:
1) Khianat terhadap Allah dan Rasulullah,
adalah berlaku maksiat atau tidak mau melaksanakan ajaran Allah dan Rasulnya
seperti shalat, puasa, dan zakat.
2) Khianat terhadap sesuatu yang diamanatkan
kepada seseorang, seperti barang titipan. Agama melarang kita untuk berlaku
khianat kepada siapapun, termasuk kepada orang yang pernah mengkhianati kita.
Oleh karena itu, kita perlu membiasakan diri untuk menjauhi perbuatan
khianat dan sebaliknya membiasakan diri untuk berlaku amanah. Amanah
lahir dari kekuatan iman. Dengan kata lain,
khianat timbul akibat menipisnya keimanan pada diri seseorang.
Kedua,
إِذَا
حَدَّثَ كَذَبَ yakni jika berbicara ia berbohong. Seseorang yang
terbiasa berdusta, maka sifat itu menjadi kebiasaannya yang akhirnya ia akan
celaka dan masuk neraka. Sebaliknya, jika seseorang terbiasa berbuat/berkata
yang benar, maka sifat itu juga menjadi kebiasaan sehingga ia senantiasa
berkata benar di manapun dan disenangi orang di tengah masyarakatnya yang
akhirnya masuk surga. Sebagaimana hadits Nabi SAW:[3]
قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَلَيْكُمْ بِالصِدْقِ فَاِن الصِدْقَ يَهْدِيْ
اِلَى الْبِر. وَاِن الْبِر يَهْدِيْ اِلَى الْجنةِ. وَمَا يَزَال الرجُلُ يصدق
وَيَتَحَرى الصدقَ حَتى يكْتُبُ عِنْدَ اللهِ صَدِيْقًا. وَاِياكُمْ وَالْكذب
فَاِن الْكَذب يَهْدِيْ اِلَى اْلفُجُوْرِ وَاِن الَفُجُوْر يَهْدِيْ اِلَى النارِ
وَمَا يَزَالُ الرجُلُ يُكذب وَيَتَحَرى الْكذب حَتى يَكتب عِنْدَ اللهِ كذابًا.
Artinya: Rasulullah SAW bersabda: "Hendaklah kamu
berpegang teguh pada kebenaran, karena sesungguhnya kebenaran membawa kepada
surga. Hendaklah orang senantiasa bersifat benar dan memilih kebenaran.
Sehingga ia dicatat menjadi orang benar di sisi Allah, jauhilah berdusta karena
sesungguhnya dusta itu membawa kepada durhaka, dan durhaka itu membawa kepada
neraka. Janganlah orang senantiasa berdusta dan memilih dusta. Sehingga ia
dicatat seorang pendusta di sisi Allah.
Ada beberapa langkah untuk menghindari sikap dusta atau untuk membina kejujuran,
antara lain:
1) Selalu ingat bahwa semua perbuatan selalu
dilihat atau diketahui Allah.
2) Meyakini bahwa perbuatan jujur dapat
mengantarkan pada perbuatan terhormat di dunia maupun di akhirat.
3)
Yakin bahwa
perbuatan jujur dapat menjaga ”hitamnya wajah” di akhirat.
4)
Membiasakan
berkata benar atau apa adanya.
Ketiga, إِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ atau إِذَا
عَاهَدَ غَدَرَ yakni jika
berjanji ia mengingkari. Semakin sering mengingkari janji, semakin dekat dengan
kemunafikan. Oleh karena itu, berhati-hatilah dengan janji. Ingkar janji merupakan antonim dari kata menepati
janji. Menepati janji yakni melakukan atau mengerjakan apa yang telah
dijanjikan. Orang mengatakan ”Janji adalah hutang”, maka dari itu janji wajib
ditepati.
Secara garis besar janji ada dua macam:
1)
Janji
manusia kepada Allah. Janji manusia kepada Allah berupa kesaksian adanya Allah
Yang Maha Esa, yang diberikan saat ditiupkan ruh ke dalam jasad, ketika manusia
berada di dalam kandungan ibunya. Selain kesaksian tersebut, seorang muslim
juga telah berikrar dalam dua kalimat syahadat. Maka dari itu wajib bagi
muslimin menunaikan ikrar atau janji kepada Allah SWT, yaitu dengan menjalankan
segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
2)
Janji
antar sesama manusia. Janji kepada manusia bisa berupa perkataan maupun
tulisan. Janji secara lisan misalnya janji seseorang kepada temannya bahwa ia
akan ke rumahnya tepat waktu. Sedangkan janji secara tulisan, contohnya dalam
bentuk surat perjanjian seperti surat perjanjian sewa-menyewa bangunan, dan
lain-lain. Namun apapun bentuknya janji wajib ditunaikan.
Selain itu, janji
terbagi kepada dua jenis:
1)
Seseorang berjanji
padahal di dalam niatannya tidak ingin menepatinya. Ini merupakan pekerti
paling buruk.
2)
Berjanji pada
dirinya untuk menepati janji, kemudian timbul sesuatu, lalu mengingkarinya
tanpa alasan. Dalam hadits yang dikeluarkan Abu Daud dan at-Turmudzi dari
hadits Zaid bin Arqam, dari Nabi SAW, beliau
bersabda: “Bila seorang laki-laki berjanji dan berniat
menepatinya namun tidak dapat menepatinya, maka tidak apa-apa baginya (ia tidak
berdosa).”
Keempat,إِذَا
خَاصَمَ فَجَر yakni jika ia bermusuhan ia condong
kepada yang salah. Makna fujur adalah keluar dari kebenaran secara
sengaja sehingga kebenaran ini menjadi kebathilan dan kebathilan
menjadi kebenaran. Fujur juga
merupakan meninggalkan kebenaran dan menggunakan tipu daya untuk
menolaknya. Sebenarnya karakter ini bisa dimasukkan dalam kategori berdusta
dalam berbicara. Dan inilah yang
menyebabkannya melakukan dusta sebagaimana sabda Nabi SAW: “Berhati-hatilah terhadap kedustaan, sebab kedustaan dapat menggiring
kepada ke-fujur-an dan ke-fujur-an menggiring kepada neraka”.
Di dalam kitab ash-Shahihain dari nabi
SAW, beliau bersabda, “Sesungguhnya laki-laki yang paling dibenci Allah adalah
yang paling suka berseteru dalam kebatilan.” Dan di dalam sunan Abi Daud, dari
Ibnu ‘Umar, dari nabi SAW, beliau bersabda, “Barangsiapa yang berseteru dalam
kebatilan padahal ia mengetahuinya, maka senantiasalah ia dalam kemurkaan Allah
hingga menghadapi sakaratul maut”.
Semua Nifaq Ashghar terpulang
kepada adanya perbedaan antara perkara tersembunyi (bathiniah) dan
terang-terangan (lahiriah). Al-Hasan al-Bashori RAH berkata: Sekelompok Salaf berkata, “Kekhusyu’an nifaq hanya terlihat pada kehusyu’an raga sedangkan hatinya
tidak pernah khusyu’”.
Umar RA
berkata: “Sesuatu yang paling aku khawatirkan dari kalian
adalah Munafiq ‘Alim (yang berpengetahuan).” Lalu ada yang bertanya: “Bagaimana mungkin, seorang munafik memiliki sifat
‘alim.?” Ia menjawab: “Ia berbicara dengan penuh hikmah
namun melakukan kezhaliman atau kemungkaran”.
Nifaq
Ashghar merupakan sarana
melakukan Nifaq Akbar sebagaimana halnya perbuatan-perbuatan
maksiat adalah merupakan ‘kotak pos’ kekufuran.
Itulah
tanda-tanda orang munafik yang dibenci oleh Allah. Adapun tempat orang yang
munafik di akhirat nanti ditempatkan dalam neraka. Sebagaimana Firman Allah SWT:
ٳن
الْمُنَافِقِيْنَ فِي الدرْكِ اْلاَسْفَلِ مِنَ النارِ وَلَنْ تَجِدَ
لَهُمْ نَصِيْرًا
Artinya:
"Sesungguhnya orang-orang munafik itu ditempatkan pada tempat yang paling
bawah dari neraka, dan kamu sekali-kali tidak akan mendapati seorang penolong
bagi mereka". (Q.S. An-Nisa':145).
Oleh karena itu, sebagai Muslim
kita wajib menjauhi sifat-sifat orang munafik tersebut, agar hidup kita selamat
dunia dan akhirat. Di antara cara untuk menjauhi sifat-sifat munafiq adalah
banyak beristighfar dan berdzikir kepada Allah melalui ibadah seperti shalat.
Dalam hal ini Nabi SAW bersabda:
مَنْ صَلِّى للهِ أرْبَعِيْنَ يَوْمًا فِي : قالَ رسولُ اللهُ صلى اللهُ
عليه وسلم:عن أنسٍ بْنِ مالِكٍ رضي اللهُ عنه قالَ جَمَاعَةِ يُدْرِكُ
التَكْبِرَةَ الأوْلىَ كَتَبَ لَهُ بَرَاءَتَيْنِ بَرَاءَةً مِنَ النَاَرِ
وَبَرَاءَةً مِنَ النَِفاقِ
Artinya: “Dari Anas ibn Malik ra. berkata, Nabi SAW. bersabda: Barang siapa melaksanakan shalat karena Allah SWT. Selama empat puluh hari dengan berjamaah tanpa tertinggal takbiratul ula (takbir pertama), maka Allah akan menulis/mewajibkan baginya dua kebebasan, yaitu bebas dari api neraka dan bebas dari kemunafikan”. (H. R. At-Turmudzi).
Artinya: “Dari Anas ibn Malik ra. berkata, Nabi SAW. bersabda: Barang siapa melaksanakan shalat karena Allah SWT. Selama empat puluh hari dengan berjamaah tanpa tertinggal takbiratul ula (takbir pertama), maka Allah akan menulis/mewajibkan baginya dua kebebasan, yaitu bebas dari api neraka dan bebas dari kemunafikan”. (H. R. At-Turmudzi).
2.
Asbabul Wurud Hadits
Al-Khatibi
menjelaskan bahwa hadits ini ditujukan Rasulullah SAW kepada orang munafik,
namun Rasulullah SAW tidak menjelaskan kepada para sahabat nama orang yang
dimaksud, akan tetapi disebutnya "Si Fulan munafik". Hadits ini
merupakan sabda Rasulullah sebagai nasehat bagi umatnya.
Dalam
riwayat Abu Awanah berbunyi yang artinya: "Tanda-tanda orang munafik ada
tiga: jika ia berkata berlainan dengan kejadian yang sesungguhnya, jika ia
berjanji untuk kebaikan ia tidak akan memenuhinya, jika ia diberi kepercayaan
mengenai harta, rahasia atau titipan ia kerjakan hal-hal bertentangan dengan
apa yang diperintahkan Allah kepadanya dan ia berkhianat kepadaNya".
Ketiga tanda tersebut di khususkan Rasulullah karena ketiganya meliputi
perkataan, perbuatan dan niat yang saling bertentangan.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Hadits yang berisi tentang materi
pendidikan/pengajaran tentang moral ini yaitu munafik, telah banyak memberikan
gambaran kepada kita, bahwasanya sifat munafik adalah sifat tercela yang
dibenci oleh Allah dan RasulNya dan juga dibenci oleh lingkungan masyarakatnya.
Diantara karakteristik orang yang diseut munafik adalah Apabila berbicara ia
dusta; jika berjanji, ia mengingkari; dan jika dipercaya, ia khianat.
Apabila salah satu karakteristik
ini ada pada diri kita, hendaklah kita hilangkan secepatnya agar kita tidak
tergolong sebagai orang munafik. Karena Allah memberikan ancaman bagi
orang-orang munafik kelak di akhirat akan ditempatkan pada tempat yang paling
bawah dari neraka dan kita tidak akan mendapat perolongan. Sedangkan di dunia,
kita akan dijauhi dan tidak disenangi oleh lingkungan masyarakat kita.
Sebaliknya orang yang senantiasa berbuat/berkata benar di manapun dia berada,
maka dia akan disenangi lingkungan masyarakatnya, dan akhirnya akan masuk
surga. Oleh karena itu hendaklah kita tanamkan pada diri kita agar senantiasa
berbuat baik dan benar.
Hadits tentang munafik ini termasuk
hadits shahih karena kualitas perowi itu tsiqoh (terpercaya) yang sudah
memenuhi syarat yaitu dhobit (kuat hafalannya) dan adil (tidak mengerjakan dosa
kecil apalagi dosa besar).
DAFTAR
PUSTAKA
Hasan, Moh. Syamsi. 2008. Hadis-hadis
Populer Shahih Bukhari dan Muslim. Surabaya:
Amelia.
Haikal, Ahmad. 2004. Bahaya Sifat
Munafik. Jakarta:
Al-Mawardi Prima.
Ad-Damsyiki, Ibnu Hamzah Al-Husaini
Al-Hanafi. 1994. Asbabul
Wurud 1. Jakarta:
Kalam Mulia.
Al-Hasyimi, Sayyid Ahmad. 2001. Syarah
Mukhtaarrul Ahaadiits. Bandung:
Sinar Baru Agesindo.
Mansyur,
Kahar. 1992. Kitab Bulughul Maram. Jakarta: Prineka Cipta.
Fuad
‘Abdul Baqi, Muhammad. ___. Al-Lu’lu
Wal Marjan Jilid 1.
Surabaya: Bina ilmu.